Pertama Kali dalam Sejarah, Joe Biden Sampaikan Permintaan Maaf ke Pribumi AS, Kasus Apa?

ERA.id - Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, akan menyampaikan permohonan maaf secara resmi kepada anak-anak pribumi atas peran negara lebih dari 150 tahun. Biden menyebut hal itu seharusnya sudah dia lakukan sejak lama.

Permintaan maaf ini akan disampaikan oleh Biden kepada suku Indian-Amerika di sekolah asrama yang menyebabkan kematian 950 orang.

"Saya melakukan sesuatu yang seharusnya sudah saya lakukan sejak lama: Untuk membuat permintaan maaf resmi kepada bangsa Indian atas cara kami memperlakukan anak-anak mereka selama bertahun-tahun," kata Biden saat meninggalkan Gedung Putih.

Di sekolah asrama Indian, anak-anak mengalami kekerasan fisik, emosional serta seksual selama lebih dari 150 tahun.

Mengutip AP, kasus ini mencuat ke publik setelah Menteri Dalam Negeri Deb Haaland meluncurkan penyelidikan terhadap sistem sekolah asrama.

Dari investigasi yang diluncurkan, sedikitnya 18.000 anak -- beberapa berusia 4 tahun, diambil secara paksa dari orang tua mereka. Pengambilan paksa itu bertujuan untuk mengasimilasi mereka ke dalam masyarakat kulit putih.

Di sisi lain, otoritas federal dan negara bagian berupaya merampas tanah milik suku-suku tersebut.

Investiagsi itu juga turut mendokumentasikan 973 kematian, yang kemungkinan angkanya bisa lebih tinggi. Ditemukan pula 74 kuburan yang terkait dengan lebih dari 500 sekolah.

"Dalam menyampaikan permintaan maaf ini, Presiden mengakui bahwa kita sebagai orang yang mencintai negara kita harus mengingat dan mengajarkan sejarah kita secara utuh, meskipun itu menyakitkan," kata pernyataan Gedung Putih.

"Dan kita harus belajar dari sejarah itu agar tidak pernah terulang lagi," tambah pernyataan itu.

Sejauh ini, tidak pernah ada presiden yang secara resmi meminta maaf atas pemindahan paksa anak-anak tersebut, yang dinilai sebagai unsur genosida menurut PBB atau tindakan pemerintah AS untuk memusnahkan penduduk asli Amerika, penduduk asli Alaska, dan penduduk asli Hawaii.

Sebagaimana laporan AP, kebijakan asimilasi paksa yang diluncurkan oleh Kongres pada tahun 1819 sebagai upaya untuk “memperadabkan” penduduk asli Amerika berakhir pada tahun 1978 setelah disahkannya undang-undang yang luas, Undang-Undang Kesejahteraan Anak Indian, yang terutama difokuskan pada pemberian hak suara kepada suku-suku dalam menentukan siapa yang mengadopsi anak-anak mereka.

Meski akan menyampaikan permintaan maaf secara sah, tidak diketahui langkah apa yang akan dilakukan pemerintah setelah melakukan itu.

Di sisi lain, pemerintah AS telah menyampaikan permintaan maaf atas ketidakadilan bersejarah lainnya, termasuk kepada keluarga Jepang yang dipenjara selama Perang Dunia II.

Presiden Ronald Reagan menandatangani Undang-Undang Kebebasan Sipil pada tahun 1988 untuk memberikan kompensasi kepada puluhan ribu orang yang dikirim ke kamp interniran selama perang.

Pada tahun 1993, Presiden Bill Clinton menandatangani undang-undang yang meminta maaf kepada penduduk asli Hawaii atas penggulingan monarki Hawaii seabad sebelumnya.

Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat mengeluarkan resolusi pada tahun 2008 dan 2009 yang meminta maaf atas perbudakan dan segregasi Jim Crow. Namun, tindakan tersebut tidak menciptakan jalan menuju ganti rugi bagi warga Amerika kulit hitam.