Sorot Peradilan Mardani Maming, Guru Besar UII: Lompatan Pemikiran Hakim Tak Dapat Diterima
ERA.id - Hasil Peninjauan Kembali (PK) dalam kasus Mardani Maming baru-baru ini tidak memuaskan sejumlah pakar hukum dan aktivis antikorupsi yang melihat banyaknya kekeliruan dan ketidakakuratan dalam pertimbangan hakim.
Dalam sebuah diskusi di televisi swasta, Prof. Todung Mulya Lubis mengungkapkan bahwa hakim dalam kasus ini tampak terjebak oleh pengaruh tertentu atau pengaruh keadaan.
Pandangan ini mengacu pada terjadinya miscarriage of justice atau ketidakadilan, yang menurut Todung, disebabkan oleh sikap hakim yang kurang objektif dalam menangani perkara ini.
Menurut Todung, majelis hakim dalam mengambil keputusan hanya mempertimbangkan kesaksian yang berasal dari pihak yang tidak melihat langsung peristiwa tersebut, sementara kesaksian lain yang berbeda diabaikan.
“Dalam kasus ini, saya merasa hakim tampak seperti terjebak dalam persepsi yang terbatas,” ujarnya.
Pendapat Prof. Todung ini juga didukung oleh Guru Besar Ilmu Hukum UII, Prof. Hanafi Amrani, yang turut melakukan eksaminasi terhadap kasus tersebut.
Prof. Hanafi menilai adanya kesalahan penerapan hukum dalam kasus Mardani Maming yang menyebabkan sejumlah fakta hukum dalam persidangan diabaikan.
Ia menggarisbawahi bahwa Pasal 12B yang digunakan dalam kasus ini kurang memiliki dasar fakta yang kuat. Berdasarkan pasal tersebut, kasus suap harus memenuhi beberapa unsur, termasuk adanya pemberi, penerima, dan kesepakatan yang melanggar aturan.
“Unsur-unsur ini dalam pengadilan tidak terbukti, tidak ada meeting of minds (kesamaan kehendak) antara kedua belah pihak. Namun, hakim menyimpulkan bahwa aliran dana ke perusahaan terdakwa dianggap sebagai balas jasa dan kesepakatan diam-diam,” jelasnya.
Menurut Prof. Hanafi, pandangan hakim dalam kasus ini merupakan lompatan pemikiran yang tidak dapat diterima dan tidak terbukti secara sah di pengadilan.