UU TNI Digugat ke MK, Istana: Apalagi yang Mau Digugat?

ERA.id - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mempertanyakan substansi apalagi yang hendak digugat atas pengesahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Hal ini merespons UU TNI digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh dua orang mahasiswa.

"Kalau gugatan sebagai sebuah hak, ya diperbolehkan. Tapi apa lagi yang mau digugat?" kata Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/4/2025).

Menurutnya, seluruh pasal-pasal perubahan dalam UU TNI yang baru beberapa bulan lalu disahkan, sudah berulang kali dijelaskan. Dia menilai tidak ada substansi yang perlu dipertanyakan lagi.

Meski begitu, dia menilai gugatan ke MK tak masalah. Pihak pemerintah akan mempelajari gugatan tersebut.

"Poin-poin perubahan di situ (UU TNI) juga sudah diberikan penjelasan ke publik dan rasa-rasanya ya tidak lagi yang menonjol secara substansi ya," kata Prasetyo.

"Tapi kalau ada yang menggugat, ya monggo, silahkan, nanti dipelajari," sambungnya.

Sebagai informasi, UU TNI yang direvisi dan disahkan digagat ke MK. Penggugat meminta MK membatalkan UU tersebut dan menghukum Presiden serta para Anggota DPR. Gugatan nomor 58/PUU-XXIII/2025 itu diajukan oleh dua orang berstatus mahasiswa bernama Hidayatuddin dan Respati Hadinata.

Dalam dokumen permohonannya, mereka mengajukan gugatan pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mereka beralasan pengesahan RUU TNI dalam rapat DPR bertentangan dengan pasal 27 ayat 1 dan pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Mereka menganggap pembahasan revisi UU TNI tidak transparan. Mereka juga menyebut UU TNI tidak memberi penjelasan yang detail soal penyelesaian konflik komunal.

Para pemohon pun merasa berhak menuntut ganti rugi terkait pengesahan revisi UU TNI itu. Mereka beralasan telah menjadi pembayar pajak, namun hak konstitusionalnya dilanggar oleh pembentuk UU dalam proses pembahasan dan pengesahan revisi UU TNI yang mereka anggap tidak transparan serta tak sesuai aturan.

Pemohon meminta presiden membayar ganti rugi sebesar Rp25 miliar. Selain itu, meminta MK menghukum Pimpinan dan masing-masing Anggota Badan Legislasi DPR RI untuk membayar ganti rugi sebesar Rp5 miliar.