Sentil Usulan Gubernur Jabar, MUI Tegaskan Vasektomi Haram

ERA.id - Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi mengusulkan vasektomi sebagai syarat keluarga untuk menerima bantuan sosial (bansos). Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengkritik keinginan Dedi tersebut.

Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Asrorun Niam Sholeh menjelaskan vasektomi haram hukumnya jika dilakukan tanpa alasan syari. Keputusan ini berdasarkan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV yang digelar di Cipasung, Tasikmalaya, 2012 silam.

"Islam membolehkan KB sebagai mekanisme pengaturan keturunan dengan syarat jenis dan caranya tidak melanggar syariat. Sementara, vasektomi merupakan jenis kontrasepsi dengan pemandulan tetap, dan itu terlarang," ujar Asrorun Niam kepada wartawan, Senin (5/5/2025).

Kiai Niam menegaskan vasektomi sebagai syarat bansos merupakan kebijakan yang harus dikoreksi. Dia lalu menyebut seorang pejabat negara harus melakukan kajian mendalam dalam setiap pengambilan kebijakan publik. Jika tidak, bisa menimbulkan kegaduhan.

"Karenanya perlu diskusi mendalam. MUI siap memberi masukan untuk kemaslahatan. Jangan sampai menjadi beban Presiden. Di satu sisi Presiden secara serius mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sementara di bawahnya membuat kebijakan yang bisa memantik resistensi," imbuhnya.

Diketahui, MUI pertama kali membahas fatwa tentang vasektomi dan tubektomi pada 1979, hukumnya haram. Pada 2009, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bertanya terkait dengan adanya teknologi baru dalam praktik vasektomi, yakni dengan kemungkinan rekanalisasi atau penyambungan kembali setelah tindakan vasektomi.

Setelah mendengar pandangan ahli kedokteran dan dilakukan pengkajian mendalam, para ulama fatwa se-Indonesia menyepakati vasektomi hukumnya tetap haram.

Kemudian pada 2012, BKKBN kembali menanyakan hukum vasektomi, mengingat ada informasi terbaru kembali terkait praktik kedokterannya. Namun, para ulama tetap menetapkan hukum haram kecuali kondisi tertentu yang sejalan dengan syariah. Dalam fatwa tersebut ditetapkan bahwa praktik vasektomi tetap dihukumi haram, kecuali dalam kondisi tertentu yang memenuhi lima syarat ketat.

Lima syarat tersebut adalah: vasektomi dilakukan untuk tujuan yang tidak menyalahi syariat; tidak menyebabkan kemandulan permanen; ada jaminan medis bahwa rekanalisasi bisa dilakukan dan fungsi reproduksi pulih seperti semula; tidak menimbulkan mudharat bagi pelakunya; serta tidak dimasukkan dalam program kontrasepsi mantap.

"Pemerintah, termasuk Kementerian BKKBN perlu transparan dan objektif dalam mensosialisasikan vasektomi, termasuk menjelaskan biaya rekanalisasi yang mahal dan potensi kegagalannya. Tidak perlu mengampanyekan vasektomi secara terbuka dan massal, apalagi menyasar umat Islam," ucap Asrorun Niam.

MUI juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat untuk membangun keluarga yang bertanggung jawab, sehat, dan unggul, serta tidak melupakan tugas menyiapkan generasi penerus bangsa.

Penggunaan alat kontrasepsi, harus bertujuan untuk mengatur keturunan (tanzhim al-nasl), bukan untuk membatasi secara permanen (tahdid al-nasl) apalagi sebagai dalih gaya hidup bebas yang menyimpang dari ajaran agama.

Sebelumnya, Dedi Mulyadi mensyaratkan KB bagi masyarakat untuk menerima bansos hingga beasiswa dari provinsi. Persyaratan itu bertujuan agar bantuan kelahiran dan lainnya lebih mereta, tidak fokus pada satu keluarga.

"Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tetapi negara menjamin keluarga itu-itu juga. Yang dapat beasiswa, yang bantuan melahirkan, perumahan, bantuan nontunai keluarga dia. Nanti uang negara mikul di satu keluarga," kata Dedi Mulyadi, Senin (28/4).

Ia menilai kebijakan itu menjadi solusi, karena saat ini keluarga tidak mampu banyak yang melahirkan dengan operasi sesar. Dedi memperkirakan satu kali tindakan operasi membutuhkan biaya Rp25 juta.

Dengan begitu, KB terutama bagi pria dengan metode vasektomi akan menjadi syarat untuk menerima bansos. Sebab, Dedi menemukan banyak keluarga prasejahtera, memiliki banyak anak, tapi kebutuhan belum tercukupi.