Sampah itu yang Harus Didaur Ulang, Bukan Isu Politik
Termasuk soal foto silaturahmi antara paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Foto itu lantas diklaim sebagai bukti dukungan JK kepada paslon penantang petahana itu.
"Kesemuanya manipulatif dan Praktek Politik Daur Ulang (PPDU). Dari isu, fitnah yang dipakai dan ditujukan ke Pak Jokowi, substansinya tidak beda jauh dengan Tabloid Obor Rakyat sebagai Induk semangnya serangan fitnah," kata Hasto, Jumat (1/2/2019).
Sekjen PDI Perjuangan itu juga bilang, kubu paslon 02 sengaja mencari foto maupun dokumen digital lainnya. Tujuannya, untuk menunjukkan kalau mereka didukung banyak tokoh. Hal inilah yang kemudian disebut Hasto sebagai politik daur ulang.
"Tumpulnya fitnah yang ditujukan ke Pak Jokowi dan Kiai Maruf Amin, melahirkan Politik Daur Ulang. Maka dicari-carilah dokumen digital guna membangun persepsi banyak dukungan," jelas Hasto.
Sebagai tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin, Hasto menilai, dukungan sebenarnya berasal dari rakyat. Bukan dukungan manipulatif seperti yang dilakukan oleh lawannya. Apalagi, Jusuf Kalla saat ini juga masuk dalam tim pemenangan paslon 01 sebagai Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin.
Politikus PDIP ini bilang, apa yang dilakukan oleh tim pemenangan Prabowo-Sandi tak akan berhasil. Sebab, menjadi presiden tentu harus diukur rekam jejaknya. Hasto juga menyinggung, politik daur ulang inilah yang kemudian membuat elektabilitas paslon 02 selalu ketinggalan.
"Tidak heran, dengan strategi menyerang dan miskin peradaban tersebut, elektabilitas Prabowo-Sandi selalu berada pada kisaran 25,4 persen sampai 34,6 persen atau ketinggalan paling tidak 22 persen dibawah Jokowi-Maruf Amin," ujar Hasto.
Sebagai tim pemenangan paslon 01, Hasto juga minta sisa waktu kampanye dapat diisi dengan kontestasi gagasan. Sebab, hal-hal terkait kebijakan pemerintahan lebih menarik untuk disampaikan kepada publik daripada memproduksi dan menyebar konten negatif atau melakukan politik daur ulang.
"Road map menjadi bangsa pelopor seharusnya dapat menjadi issue yang jauh lebih menarik untuk disampaikan ke publik, daripada memproduksi konten serangan negatif, ataupun politik daur ulang dengan memanipulasi dukungan tokoh," tutupnya.