Psikolog Bilang, Medsos Jadi Pemicu Perceraian di Aceh
Pada tahun 2018, Mahkamah Syariah Aceh menyatakan perceraian yang telah diputuskan di provinsi tersebut mencapai 5.562 kasus. Jumlah ini meningkat dibandingkan pada 2017 yang hanya 4.917 kasus.
"Di era digitalisasi media sosial menjadi pemicu terjadinya perceraian di Aceh," kata Endang Setianingsih di Banda Aceh, dilansir Antara, Minggu (3/2/2019).
Dewasa ini, kata Endang, tidak sedikit kepala keluarga disibukkan dengan media sosial. Prilaku seperti itu berdampak atau peluang terjadinya miskominukasi di dalam sebuah rumah tangga.
"Pengamatan saya di lapangan, suami-istri duduk semeja di warung kopi, tapi masing-masing sibuk dengan media sosial, sehingga waktu untuk berinteraksi dengan keluarga sangat sedikit," kata dia.
Menurut Endang, selain media sosial faktor ekomoni juga menjadi pemicu terjadinya perceraian. Apalagi, tidak sedikit perempuan menjadi tulang punggung bagi ekonomi keluarga atau perempuan yang mencari nafkah. "Jika pendapatan perempuan lebih tinggi dari suaminya, suami merasa tidak dihargai, padahal itu tidak," ujar dia.
Dia juga berpesan kepada setiap kepala keluarga untuk bisa memberikan contoh yang baik dalam membina rumah tangga serta mendorong anak-anak bertumbuh kembang menggapai masa depan yang lebih baik.
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR Aceh Ghufran Zainal Abidin mengingatkan, tingginya angka perceraian di Provinsi Aceh jangan dianggap remeh.
Menurut dia, Pemerintah Aceh melalui instansi terkait khususnya Dinas Syariat Islam harus berupaya mencegah atau mencari solusi agar kasus perceraian tidak tinggi di Aceh.
Ketua komisi membidangi agama dan budaya itu menyebutkan perceraian memang tidak hanya disebabkan satu faktor, melainkan beberapa faktor, seperti persoalan ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, dan lainnya.
Oleh karena itu, Pemerintah Aceh perlu menggalakkan kegiatan berupa penguatan rumah tangga masyarakat guna mengantisipasi munculnya keretakan rumah tangga hingga berujung perceraian.
"Walau kegiatan ini tidak menjamin kasus perceraian tidak terjadi, tetapi minimal ada upaya mengantisipasi. Yang jelas, pemerintah tidak boleh menganggap remeh persoalan ini," ujar dia.
Politikus PKS ini mengimbau masyarakat tidak menjadikan perceraian sebagai solusi menyelesaikan persoalan rumah tangga, namun mencari solusi lain untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
"Dalam menyelesaikan masalah, perlu mengedepankan komunikasi yang baik antara suami dan istri. Jadi perceraian bukan untuk menyelesaikan masalah rumah tangga," kata Ghufran.