Ledakan Amarah Pria Perusak Scoopy dalam Ilmu Psikologi
Jakarta, era.id - Mendekati sore, video pemuda 'no chill' yang merusak motornya sendiri viral makin jadi. Habis sudah pemuda 20 tahun itu jadi bahan hina dina dan tertawaan netizen. Tapi, cukuplah ya. Barangkali sudah waktunya kita mencari alasan masuk akal kenapa seseorang bisa begitu no chill dan pemarah.
Peristiwa yang terjadi di jalan Letnan Soetopo, Tangerang Selatan itu bermula ketika si pemuda berusaha mengindari petugas yang sedang mengatur lalu lintas di putaran pasar Modern, BSD.
Ketika ditindak petugas, pemuda berkaus putih itu tidak terima. Padahal dirinya kedapatan tidak mematuhi aturan lalu lintas. Si pemuda tampak tidak menggunakan helm, memang. Dan ketika diminta menunjukkan SIM serta STNK, si pemuda pun tak sanggup. Parahnya, menurut keterangan, si pemuda bahkan melawan arus ketika diberhentikan petugas.
Klimaksnya adalah saat si pengemudi yang ditemani seorang wanita itu mengamuk sejadi-jadinya. Ia melampiaskan amarah kepada motor yang ia kendarai. Motor tersebut ia banting, bodi motornya ia tarik-tarik, sampai bongkahan batu dijadikan alat untuk menghantam bagian kepala motor. Raungan teman wanitanya yang meminta dirinya berhenti seolah angin lalu.
Dalam video itu amarah si pengemudi seperti kehilangan kontrol. Terlihat dari sikapnya yang acuh terhadap orang disekitarnya, omongan dari petugas pun nampak tidak ia gubris.
View this post on InstagramIntermittent Explosive Disorder (IED)
Dalam dunia psikologi, perilaku 'no chill' alias ledakan amarah yang dipertontonkan si pemuda dapat diklasifikasikan sebagai Intermittent Explosive Disorder (IED). Seperti dijelaskan dalam laman psychologytoday.com, individu dengan gangguan ini acap kali bereaksi berlebihan terhadap sebuah hal yang memancing amarahnya.
Parahnya, mereka dapat secara serius merusak properti bahkan menyerang orang lain. Gangguan IED ini termasuk dalam kategori gangguan kontrol impulsif. Kondisi tersebut ditandai dengan gagalnya kontrol menahan impuls agresif yang berakibat pada perusakan properti atau agresi verbal dalam bentuk kemarahan.
Pada laman tersebut juga dijelaskan contoh perilaku yang diakibatkan oleh gangguan IED, bahwa mereka dapat dengan sengaja merusak benda atau objek yang bernilai, tanpa segan.
Lebih lanjut, laman ini juga menjelaskan, tingkat kemarahan yang meluap dari pengidap IED dapat sangat parah, melampaui apa yang jadi penyebabnya. Ya, seperti yang terjadi pada pemuda perusak motor itu.
Dalam beberapa kasus bahkan disebutkan penyebab-penyebab sepele lain yang dapat memicu ledakan amarah para pengidap IED, seperti dicemooh soal status jomblonya, misalnya.
Pada prosesnya, gejala awal ledakan amarah didahului oleh rasa tegang atau gairah di dalam diri pengidap IED. Gejala-gejala tersebut mendorong para pengidap IED untuk melampiaskannya. Dan ketika terlampiaskan, rasa lega itu baru bisa muncul di dalam diri para penderita IED.
Biasanya, ledakan amarah penderita IED akan diikuti oleh penyesalan mendalam. Dalam kasus pemuda 'no chill' itu, bisa saja setelah mengamuk dan merusak motornya ia akan merasa kesal, menyesal, atau malu akibat perilaku tersebut.
Penyebab dan penyembuhan
Yang menarik, masih menurut laman psychologytoday, sebagian besar pasien pengidap gangguan IED adalah para pria muda yang sering terlibat dalam kecelakaan lalu lintas dan moving violations. Selain itu, IED juga kerap dikaitkan dengan impulsif seksual. Fakta lainnya, para pengidap IED juga diketahui memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap paparan alkohol.
Sementara itu, gangguan ini juga diyakini muncul karena sejumlah penyebab, seperti faktor biologis dan lingkungan. Kebanyakan para pengidap IED tumbuh dalam keluarga yang biasa mempertontonkan atau mempraktikkan pelecehan verbal dan fisik.
Sejumlah kajian psikologi menunjukkan keterikatan kuat antara hal-hal tersebut. Dengan kata lain, seseorang yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga seperti di atas akan sangat berpotensi menunjukkan sifat yang sama ketika mereka tumbuh dewasa.
Selain itu, IED juga dapat disebabkan oleh faktor genetik yang diwariskan orang tua kepada anaknya. Sebagian besar para pengidap IED genetik ini adalah para pria berusia di bawah 35 tahun.
Untuk mengobati orang yang mengalami gangguan IED, perawatan bisa dilakukan lewat pengobatan, terapi, atau kombinasi keduanya untuk memberikan dampak lebih baik. Sementara sesi konseling kelompok dan latihan memanajemen kemarahan juga dapat membantu.
Sementara itu, untuk melakukan pengobatan, studi menunjukkan bahwa pasien merespons pengobatan dengan antidepresan, anti-anxiety agents dari benzodiazepine, anticonvulsants, serta 'penstabil' suasana hati.