Seruan Tinggalkan Politik Identitas
"Pilpres itu bukan Armageddon, bukan perang badar. Ini ajang untuk menghasilkan pemimpin yang baik,” kata TGB dalam diskusi Gerakan Menangkal Fitnah di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019).
Bagi mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat ini, kalau kontestasi Pilpres 2019 dianggap sebagai perang antarpendukung, ia khawatir nantinya akan menimbulkan kericuhan. Tak hanya itu, karena ingin meraih suara elektroral dari lawan politik, bisa saja masing-masing pihak menggunakan cara-cara kotor seperti menyebar hoaks dan berita bohong.
"Ketika kita hoaks muncul ke ruang publik, dampaknya akan panjang. Akan sulit mendukung pemimpin yang terpilih nanti. Islam mengajarkan kita untuk menjaga persaudaraan."
Dalam diskusi itu, Wakil Koordinator Bapilu Partai Golkar ini mengajak masyarakat menjadikan kontestasi pilpres ini untuk memilih pemimpin berdasarkan visi-misi yang ditawarkan. Selain itu, masyarakat juga harus bisa memilih pemimpin sesuai gagasan yang dimiliki.
"Istilah islam itu ajang untuk fastabiqul khairat, ajang kebaikan yang seharusnya berjalan dengan kegembiraan," ujar dia.
Keislaman Jokowi di mata TGB
TGB juga bingung karena masih ada pihak yang meragukan keislaman Jokowi. Padahal, dari rekam jejak keluarganya, keislaman capres nomor urut 01 tak perlu diragukan lagi.
Ia lantas menceritakan kakek dan nenek yang merupakan umat Muslim. Bahkan, dia mengaku dari cerita yang ia dapatkan, warga sekitar tempat tinggal Jokowi menegaskan soal keislaman eks Wali Kota Solo itu.
"Semua kesaksian mengokohkan kalau Jokowi seorang Muslim," ungkap TGB.
Selain itu, dia juga menemui guru yang memang mengajar di keluarga capres petahana. Setelah pertemuan itu, TGB jadi makin yakin dengan keislaman Jokowi.
"Saya sempat berinteraksi dengan guru yang mengajar di keluarga beliau (Jokowi), itu mengokohkan kalau beliau adalah muslim, keluarga muslim."
Menurut TGB, isu yang meragukan keislaman pasangan Ma'ruf Amin di pilpres ini kemungkinan disebarkan oleh pihak yang punya perbedaan politik. Dirinya juga bilang, bahaya kalau sampai kontestasi politik hanya diisi dengan isu-isu yang tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Apalagi, jika pola semacam ini diteruskan, maka akan dianggap hal yang biasa oleh generasi penerus. Selain itu, berita hoaks yang saat ini tersebar bisa saja direproduksi dalam kontestasi politik di masa mendatang.
"Betapa bahayanya persaudaraan kita sebagai anak bangsa. Kita cukupkan, tidak boleh lagi ada fitnah, ujaran kebencian yang merusak kehormatan."