Kelompok Difabel di Bandung Keluhkan Aksesibilitas di Rumah Ibadah
Juru bicara Ikatan Alumni Wyata Guna (IAWG) Bandung, Suhendar mengatakan dari hasil jajak pendapat itu hanya Masjid Ibnu Ummi Maktum, Komplek Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna, dan Gereja Caritas yang dapat diakses oleh kelompok difabel.
Padahal kata Suhendar, salah satu pemenuhan hak asasi manusia (HAM) adalah memfasilitasi seluruh warga negaranya dalam menjalankan kegiatan beragama dan berkeyakinan.
Baca Juga : Kaum Difabel Protes Pemilu Bernuansa Diskriminasi
"Teman-teman kursi roda, teman-teman tuna netra apakah sudah bisa menjangkau sarana ibadah itu dengan leluasa dan nyaman? Itu yang menjadi persoalan hari ini. Bahwa sarana aksesibilitas bagi tempat-tempat ibadah itu ternyata masih sangat minim untuk kaum disabilitas. Artinya tidak ingin merubah arsitek atau pun ingin merubah konstruksi bangunan," kata Suhendar di Bandung, Selasa, (19/2/2019).
Suhendar menambahkan, sama halnya dengan disabilitas rungu yang tidak disediakan materi teks saat menjalani aktivitas beribadah. Padahal, lanjut dia, dalam Undang-undang Dasar 1945 disebutkan negara wajib menjamin setiap warga negara untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya, termasuk di dalamnya pemenuhan fasilitas.
Dia menjelaskan, Kota Bandung yang warganya plural, sudah selayaknya memiliki tempat ibadah yang ramah fasilitas untuk didatangi oleh kelompok disabilitas. Akibat minimnya tempat ibadah yang ramah diakses oleh kelompok disabilitas, sebagian besar menjalankan ibadahnya secara per orangan.
"Artinya patut dipertanyakan soal esensi Kota Bandung yang ramah HAM, karena dalam kenyataannya disabilitas dalam menjalankan agama dan keyakinannya masih kesulitan," ujar Suhendar.
Masalah tersebut, ujar Suhendar, sudah dilaporkan berkali-kali kepada otoritas terkait yaitu Departemen Agama. Hal itu untuk mengingatkan kepada pemerintah agar segera memenuhi hak warga negaranya tanpa terkecuali untuk kelompok disabilitas.