Penghentian Reklamasi Bukti Sandi Berpihak kepada Nelayan
Di depan relawan, simpatisan, dan pendukungnya, Sandi menjelaskan beberapa isu yang menjadi fokus utamanya. Dia juga mengajak yang hadir untuk kembali mengingat perjalanan penolakan pulau reklamasi hingga akhirnya berhasil dihentikan.
“Dua tahun lalu kita tolak reklamasi, masih ingat enggak? hari ini Alhmadulillah kita sudah tunaikan reklamasi sekarang sudah dihentikan dan kita lebih berpihak kepada rakyat di pesisir Jakarta Utara, betul?” katanya, dalam orasi di Gelanggang Remaja Jakarta Utara, Tanjung Priok, Senin (25/3/2019).
Sandi juga bilang, isu reklamasi waktu itu sudah pihaknya tuntaskan. Saat ini, katanya, sudah dirasakan dampak positif dari penolakan dan penghentian pulau reklamasi tersebut.
“Tadi ada Ibu Diani dari Kampung Akuarium yang berterima kasih bahwa komitmen yang kami bawa 2017 sudah ditunaikan. Shelter sudah dibangun dan sekarang sedang dibangun hunian yang layak,” tuturnya.
Selain itu, Sandi juga mengaku, sudah mempersiapkan program untuk nelayan tidak hanya sebatas penghentian reklamasi. Katanya, jika terpilih nanti Prabowo-Sandi akan banyak bersinergi dengan masyarakat. Salah satunya, membangun wisata kuliner.
“Kita sudah pasti mempermudah tentunya bahan bakar mereka. Kita akan lancarkan distribusi solar, kita akan permudah regulasi. Kita akan pastikan harga tangkap mereka dengan harga yang layak dengan membangun lebih banyak sinergi antara wisata kuliner dan tempat pelelangan ikan menjadi daya tarik sendiri di wilayah Utara Jakarta,” ucapnya.
Sandi bilang, pihaknya paham betul dengan permasalahan yang dihadapi oleh Jakarta Utara. Katanya, permasalah ini banyak berkutat dengan ekonomi.
“Kami dorong dengan kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat dan juga akan menekan biaya hidup masyarakat,” tuturnya.
Awal Mula Reklamasi Teluk Jakarta
Reklamasi Teluk Jakarta dimulai pada 1995, ketika Presiden Soeharto menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Waktu itu, reklamasi bertujuan memperluas daratan Jakarta dengan cara menguruk laut.
Pada 2012, lewat Pergub No. 121 Tahun 2012 yang dikeluarkan Gubernur Fauzi Bowo, desain reklamasi berubah menjadi pembentukan 17 pulau baru. Pulau-pulau itu akan digunakan sebagai permukiman, wisata, perdagangan, dan distribusi barang.
Setelah itu, sempat terjadi tarik-menarik antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta soal reklamasi. Pada Mei 2016, KLHK menyegel Pulau C, D, dan G selama 120 hari. Tapi kemudian Pemprov DKI kembali menerbitkan izin lingkungan pada April 2017.
Namun pada Desember 2017, setelah Anies Baswedan diangkat menjadi gubernur DKI Jakarta, Pemprov menarik rancangan Perda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta serta Rencana Zonasi Wilayah Pesisi dan Pulau-pulau Kecil dari DPRD menghambat perizinan pulau reklamasi.
Lalu pada Juni 2018, Anies membentuk Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Menghentikan reklamasi memang merupakan salah satu janji politik Anies. Ia dan calon wakilnya waktu itu, Sandiaga Uno, mengatakan reklamasi dapat berdampak buruk kepada nelayan dan lingkungan.
September 2018, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut izin prinsip 13 pulau buatan di Teluk Jakarta, menghentikan proyek reklamasi di wilayah itu.
Keputusan tersebut diambil setelah Pemprov DKI Jakarta melakukan verifikasi atas seluruh kegiatan reklamasi di Pantai Utara Jakarta. Pada saat dilakukan proses verifikasi, ditemukan berbagai pelanggaran yang dilakukan pengembang antara lain dalam hal desain dan analisis dampak lingkungan (Amdal).