Sengketa Pemilu Harusnya Diselesaikan di MK

Jakarta, era.id - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sedang membahas tentang berbagai opsi untuk menghadapi kecurangan dalam Pemilu 2019. Salah satunya, pembentukan tim pencari fakta (TPF).

Hal itu juga diamini Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani. Menurutnya ikhtiar pembentukan tim independen yang mencari fakta kecurangan sebelum, saat, dan sesudah pemungutan suara dapat menyelamatkan demokrasi.

“Prinsipnya adalah satu suara rakyat harus dihargai, harus diselamatkan, kita tidak boleh mengabaikan satupun suara rakyat yang susah payah memberikannya,” ucap Muzani usai menemui Sandiaga, di kediamannya, Jalan Pulombangkeng, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa(23/4/2019).

Menelisik ke belakang, wacana pembentukan tim independen untuk mencari fakta kecurangan pemilu ini pertama kali diusulkan koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak.

Kala itu Haris meyakini jika ada asumsi bahwa kecurangan pada Pemilu kali ini tidak hanya hanya bersifat, terstruktur, sistematis, dan masif, tetapi juga brutal. Oleh karena itu, Haris mengusulkan pembentukan TPF Kecurangan. 

Kontradiktif dengan konstitusional

Mungkin usulan itu agaknya kontradiktif dengan kondisi peradilan di Indonesia. Sebab sesudah reformasi Indonesia telah membentuk mekanisme konstitusional untuk penyelesaian sengketa pemilu. Di antaranya, jika ada dugaan pelanggaran selama penyelenggaraan pemilu. 

Jadi kalau ada masalah dengan perselisihan mengenai hasil pemilihan umum, silakan dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bukannya dibawa ke jalanan, seperti wacana people power yang dilontarkan oleh politikus senior Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais.

Baca juga: Kecewanya MK dengan Gagasan People Power Amien Rais

Juru bicara MK, Fajar Laksono pernah bilang kalau peserta pilpres maupun para calon anggota legislatif dipersilakan untuk mengajukan gugatan jika tak puas dengan hasil Pemilu 2019. 

Apalagi sudah tidak adanya syarat jumlah atau presentase selisih perolehan suara antarcalon untuk melayangkan gugatan sengketa Pemilu 2019 ke MK. Syarat pengajuan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke MK juga masih sama dengan apa yang berlaku di penyelenggaraan pemilu sebelumnya. Mengenai penyelesaian sengketa pemilu bisa lihat Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Berikut sejumlah pasal dan aturan yang dikeluarkan oleh MK:

Pasal 474 

UU Pemilu menjabarkan aturan pengajuan PHPU pileg dalam empat ayat. Ayat (1), dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional, Peserta Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada MK.

Ayat (2), peserta pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD mengajukan permohonan kepada MK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama tiga kali 24 jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional oleh KPU.

Ayat (3), dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kurang lengkap, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama tiga kali 24 jam sejak diterimanya permohonan oleh MK.

Lihat juga:Surat Suara Capres Lebih Dahulu Dihitung di TPS

Ayat (4), KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan MK.

Selanjutnya, Pasal 475 UU Pemilu juga menjelaskan tentang tata cara pengajuan PHPU pilpres dalam lima ayat.

Ayat (1), dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Calon dapat mengajukan keberatan kepada MK dalam waktu paling lama tiga hari setelah penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden oleh KPU.

Ayat (2), keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada pemilu presiden dan wakil presiden.

Ayat (3), MK memutus perselisihan yang timbul akibat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lama 14 hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh MK.

Ayat (4), KPU wajib menindaklanjuti putusan MK.

Ayat (5), MK menyampaikan putusan hasil penghitungan suara kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, KPU, pasangan calon, dan partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon.

Adapun tata beracara Perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Pilpres diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 4 Tahun 2018. Aturan itu mengatur soal pemohon, termohon hingga tata persidangan.

Terakhir soal tahapan dan jadwal PHPU tahun 2019 sudah diatur dalam Peraturan MK Nomor 5 tahun 2018. Di mana MK akan menerima pendaftaran sengketa Pileg 2019 pada 8-25 Mei, sedangkan untuk pendaftaran sengketa Pilpres pada 23-25 Mei 2019.

Sesuai peraturan MK, jangka waktu penyelesaian PHPU yakni maksimal selama 30 hari kerja sejak permohonan PHPU telah diregistrasi. Jika semua persyaratan saat pendaftaran PHPU dinyatakan lengkap, maka MK akan menggelar sidang perdana atau pemeriksaan pendahuluan untuk PHPU pilpres pada 14 Juni 2019, dan PHPU pileg pada 9 hingga 12 Juli 2019.

Jika semua tahapan sidang telah dilakukan, MK akan menggelar sidang putusan PHPU pilpres pada 28 Juni 2019. Sedangkan putusan PHPU pileg baru akan dibacakan pada 6 sampai 9 Agustus 2019.

Tag: gerindra pemilu 2019 pilpres 2019 mk uji uu ormas