Membantah Tudingan Kubu Prabowo soal Netralitas Aparat
Dalam sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), Wayan memaparkan bukti dengan membacakan telegram Kapolri bernomor STR/126/III/OPS.1.1.1./2019 tanggal 18 Maret. Telegram itu memerintahkan anggota Polri menjaga netralitasnya dalam Pemilu 2019 sebagai alat bukti tergistrasi bernomor PT-9.
Telegram kapolri itu pun dipublikasikan melalui pemberitaan dalam media massa. Sehingga, kata Wayan, telegram kapolri yang telah menjadi informasi publik itu masuk dalam bukti bernomor PT-10.
"Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2018, melalui surat Nomor ST/2660/X/RES.1.24/2018, Kapolri juga telah memerintahkan kepada seluruh Kapolda se-Indonesia untuk bekerja secara profesional, menjaga netralitas, menghindari conflict of interest dalam Pemilu 2019 dan menghindari langkah-langkah yang menyudutkan Polri berpihak dalam politik," kata Wayan, di ruang sidang, Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2019).
Untuk informasi itu, Telegram Kapolri tersebut yakni memerintahkan 14 larangan yaitu:
1. Dilarang ikut membantu mendeklarasikan capres dan cawapres serta caleg.
2. Dilarang menerima, memberikan, meminta, mendistribusikan janji hadiah, sumbangan atau bantuan dalam bentuk apapun dari pihak parpol, capres dan cawapres serta caleg maupun tim sukses pada giat Pemilu 2019.
3. Dilarang menggunakan, memesan, memasang dan menyuruh orang lain untuk memasang atribut-atribut Pemilu 2019 (gambar/lambang capres dan cawapres serta caleg maupun parpol).
4. Dilarang menghadiri, menjadi pembicara/narasumber pada giat deklarasi, rapat, kampanye, pertemuan parpol kecuali dalam melaksanakan tugas pengamanan yang berdasarkan surat perintah tugas.
5. Dilarang mempromosikan, menanggapi dan menyebarluaskan gambar/foto capres dan cawapres serta caleg baik melalui media massa, media online dan medsos.
6. Dilarang foto bersama dengan capres dan cawapres, caleg, massa maupun simpatisannya.
7. Dilarang foto/selfie di medsos dengan gaya mengacungkan jari membentuk dukungan kepada capres/cawapres, caleg maupun parpol yang berpotensi dipergunakan oleh pihak tertentu untuk menuding keberpihakan/ketidaknetralan Polri.
8. Dilarang memberikan dukungan politik dan keberpihakan dalam bentuk apapun kepada capres dan cawapres, caleg maupun parpol.
9. Dilarang menjadi pengurus atau anggota tim sukses capres dan cawapres serta caleg.
10. Dilarang menggunakan kewenangan atau membuat keputusan dan/atau tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan kepentingan capres dan cawapres, caleg maupun parpol tertentu.
11. Dilarang memberikan fasilitas-fasilitas dinas maupun pribadi guna kepentingan politik capres dan cawapres, caleg maupun parpol.
12. Dilarang melakukan kampanye hitam (black campaign) dan menganjurkan untuk menjadi golput.
13. Dilarang memberikan informasi kepada siapapun terkait dengan hasil perhitungan suara pemilu 2019.
14. Dilarang menjadi panitia umum pemilu, anggota komisi pemilu (KPU) dan panitia pengawas pemilu (Panwaslu).
Tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga menyebut ada keterlibatan institusi Polri, intelijen, dan birokrasi dalam dugaan kecurangan Pilpres terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan pasangan calon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin.
Hal itu disampaikan tim kuasa hukum pasangan calon 02 saat menyampaikan pokok permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (14/6).
“Beban pembuktian dalam kasus ini tidak bisa semata di tangan pemohon, karena yang sedang didalilkan melakukan kecurangan adalah presiden dengan aparat kepolisian, intelijen, dan birokrasinya,” ujar anggota tim hukum Prabowo-Sandi, Denny Indrayana di ruang sidang.