Isu Penyerangan Novel Diminta Jadi Perhatian Capim KPK
"Kita kan bukan TGPF kasus Novel. Seharusnya pertanyaan itu ditanyakan ke sana (TGPF). Tapi enggak apa-apalah, semua masukan silakanlah. Nanti akan kami pertimbangkan. Kan kita juga yang akhirnya memutuskan. Memberikan masukan boleh, tapi tidak boleh mendikte," kata Yenti kepada wartawan di Gedung ACLC, Rasuna Said, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2019).
Dia menilai, semua pihak memang berhak memberikan masukan. Tapi, mereka memilih mengikuti acuan dari undang-undang yang berlaku. "Jangan kami dipandang seolah-olah kami ini awam sekali sekali soal panitia seleksi," ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Yenti juga angkat bicara soal adanya tudingan pansel capim KPK tak mementingkan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN). Menurut dia, tak bakal ada sanksi jika LHKPN tidak diserahkan sebelum ikut seleksi.
Sehingga, ketimbang mengkritisi pansel, menurutnya lebih baik memperbaiki undang-undang yang berlaku soal LHKPN. Sebab, dia mencontohkan banyak anggota DPR RI yang baru melaporkan kekayaan mereka setelah dilantik. "Masalah-masalah ini kan harus diperbaiki semuanya," ungkapnya.
"Sekarang kita melihatnya bahwa ketika diangkat itu kan berbeda dengan proses, bersedia menyampaikan harta kekayaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Jadi, enggak ada masalah," imbuhnya.
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil, termasuk ICW mengusulkan, penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dibahas dalam proses seleksi capim KPK.
Hal itu untuk melihat komitmen capim lembaga antirasuah itu dalam melindungi pegawai yang terancam saat bertugas. "Kita sepakat dengan isu bahwa Novel harus jadi salah satu isu dalam proses seleksi capim KPK," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana beberapa waktu lalu.
"Kenapa, ketika isu Novel bisa dikonfirmasi kepada seluruh pendaftar capim KPK, maka kita bisa melihat bagaimana komitmennya ketika terpilih nanti untuk melindungi dari setiap pegawai KPK, termasuk Novel," tambah Kurnia.
Tak hanya soal Novel, koalisi ini juga menyoroti soal lolosnya sejumlah kandidat yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam undang-undang, seperti menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LKPN).
Padahal menurut mereka, pelaporan LHKPN secara berkala merupakan syarat seorang capim KPK sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.