Celah Sempit Anies, Legalkan PKL di Trotoar
Alih-alih merevisi pasal di Perda tersebut, Anies malah cari pegangan aturan lain, yakni Peraturan Menteri PUPR Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Pedoman Perencanaan Penyediaan dan Pemanfaatan Prasaranan dan Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan.
"Dasar (Permen PUPR) ini adalah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Kesimpulannya, PKL diperbolehkan berada di trotoar selama mengikuti pengaturan Permen PUPR," kata Anies di Balai Kota, Rabu (4/9).
Dalam Pasal 13 Ayat (2) di peraturan ini menyebutkan, pemanfaatan prasarana jaringan pejalan kaki hanya diperkenankan untuk pemanfaatan fungsi sosial dan ekologis yang berupa aktivitas bersepeda, interaksi sosial, kegiatan usaha kecil formal, aktivitas pameran di ruang terbuka, jalur hijau, dan sarana pejalan kaki.
Sehingga Anies punya satu pandangan bahwa trotoar di DKI bisa dimanfaatkan menjadi multifungsi selain diperuntukkan bagi pejalan kaki. Trotoar multifungsi ini, kata Anies bisa jadi solusi agar para PKL bisa berjualan.
"Seperti di seluruh dunia, ada yang namanya sidewalk ada yang untuk jalan kaki, ada untuk berjualan. Berjualanya ada yang permanen, ada yang berjualannya mobile," tuturnya.
Ternyata, pandangan Anies ini tak bisa diterima oleh Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus. Ia bingung dengan alasan Anies yang lebih memilih aturan Permen PUPR untuk diterapkan pada trotoar di Jakarta. Padahal ada Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Melihat isi Pasal 28 ayat (2) UU LLAJ, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi trotoar sebagai salah satu perlengkapan jalan.
"Gini, landasan hukum kita soal penggunaan jalan, lalu polisi menilang pemotor naik ke trotoar, larangan parkir di trotoar, serta larangan aktivitas yang mengganggu trotoar itu pakai UU LLAJ," kata Alfred kepada era.id.
"Takutnya, antara instansi kepolisian dan Pemprov DKI saling egosektoral atas peraturan yang mereka pegang dalam menindak. Malah bisa aja nanti ada yang gugat nih, kuat kuatkan mana antara permen PUPR atau UU LLAJ," lanjutnya.
Alfred bilang, rujukan pembuatan peraturan menteri maupun kepala daerah itu berasal dari Undang-Undang. Jadi jelas, kedudukan hukum UU merupakan yang lebih tinggi.
Dari pegangan aturan Permen PUPR, Alfred melihat Anies mengklaim bahwa Pemprov bakal bisa mengatur secara rapi soal penetapan lokasi PKL di trotoar. Tapi faktanya, penegakan hukum atas PKL liar di trotoar juga masih loyo.
"PKL Diizinkan ataupun enggak berjualan di trotoar aja, kadang pejalan kaki susah mengakses trotoar itu. Dari kondisi itu sebenarnya apatisme masyarakat sudah cukup tinggi dengan kesulitan penertiban PKL di trotoar," ungkapnya.