Capim Johanis Nilai Aksi Penutupan Logo KPK Layak Dipolisikan
Di depan anggota Komisi III yang sedang menggelar fit and proper test, Johanis Tanak menilai aksi para pegawai ini tak mengantongi izin polisi. Kalau sudah begini, kata dia, polisi layak menyelidiki para pegawai yang beraksi beberapa waktu lalu itu.
"Penutupan logo KPK menurut saya ini bisa diproses secara hukum. Karena setiap aksi yang dilakukan di depan umum seharusnya dapat izin dari kepolisian. Ini perlu diselidiki juga apa mereka dapat izin dari kepolisian untuk aksi-aksi itu," ujar Johanis Tanak di ruang Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2018).
"Tidak selayaknya pegawai KPK, apalagi pimpinan KPK adalah pegawai negara, ikut-ikutan melakukan kegiatan seperti itu. Mudah-mudahan pimpinan ke depan tidak seperti itu, saya kira, dengan aksi yang etis," tuturnya.
Isu hangat seputar perubahan UU 30/2002 tentang KPK juga dijawab oleh Johanis. Buat dia, revisi ini perlu supaya KPK lebih kuat. Johanis mengklaim kesetujuannya ini bukan karena ikut dengan mayoritas suara di DPR. Tetapi, Johanis menilai masih banyak yang perlu diatur untuk lembaga antirasuah tersebut.
"Saya sangat setuju untuk dibentuknya lembaga pengawasan. Karena lembaga pengawasan internal saja tidak cukup," ucap Johanis.
Johanis beranggapan kalau KPK memang perlu memiliki dewan pengawas seperti kejaksaan atau lembaga lain. Dia menjelaskan, di kejaksaan ada Jaksa Muda Pengawasan. Tugasnya melakukan pengawasan terhadap para pegawai kejaksaan agar bekerja sesuai aturan.
Johanis menganggap penting keberadaan dewan pengawas KPK yang sifatnya eksternal itu. Sebab, menurut dia, ini bisa jadi pembanding ketika pengawasan internal tak objektif. Namun Johanis tidak menjelaskan apa saja prestasi Komisi Kejaksaan dalam memelototi kinerja para jaksa.
"Kalau ada pengawas eksternal ini kemungkinan besar akan lebih efektif. Sehingga pengawas eksternal bisa melakukan teguran. Dan apabila tegurannya tidak dipatuhi, pengawas eksternal bisa melakukan tindakan hukum," jelasnya.
Selain itu, Johanis sepakat dengan SP3 untuk KPK. Sebab, banyak kasus yang tak jelas juntrungannya dan menggantung begitu saja. Ia menjelaskan, jika mengacu UU 30/2002 tentang KPK, tidak tercantum adanya suatu kewenangan mengeluarkan SP3 terhadap suatu perkara.
Di dalam Pasal 36 UU 30/2002, saat melakukan penyelidikan, KPK harus punya minimal dengan dua alat bukti yang sudah didapat. Setelah itu baru boleh menetapkan seseorang sebagai tersangka dan meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan.
"Tetapi kalau menurut hemat saya, SP3 ini memang diperlukan. Karena pertama manusia tidak luput dari kekhilafan," jelasnya.
Johanis juga lagi-lagi sepakat dengan DPR terkait dengan posisi pegawai KPK sesuai dengan konsep UU ASN. Ketika dia memimpin KPK, dia berjanji akan tegas terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran berat.