Menimbang Urgensi Dewan Pengawas KPK
Jakarta, era.id - Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah disahkan jadi UU oleh DPR RI. Salah satu pasalnya menjelaskan tentang Dewan Pengawas KPK yang baru akan dibentuk.
Karena UU KPK telah menempatkan lembaga antirasuah ini di rumpun eksekutif, maka pemilihan dewan pengawas KPK diurus oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi akan segera membentuk panitia seleksi untuk menyaring calon Dewan Pengawas KPK. Setelah itu, nama yang sudah dipilih ini diserahkan ke DPR untuk dimintai persetujuan.
Mari kita telaah pasal yang mengatur tentang dewan pengawas KPK. pada Pasal 37A ayat 2 dan 3 disebut jumlah anggota Dewan Pengawas KPK sebanyak 5 orang. Mereka akan memegang jabatan selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk 1 kali masa jabatan.
Pasal 37B ayat 1 menyebut beberapa tugas Dewan Pengawas KPK, antara lain mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.
Tugas lainnya yakni menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK, menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK.
Kemudian, menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK dan melakukan evaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK secara berkala setahun sekali.
Pasal 37d menerangkan syarat-syarat bagi orang yang dapat diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas. Yaitu, warga negara Indonesia, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat jasmani dan rohani, memiliki integritas moral dan keteladanan, berkelakuan baik.
Selanjutnya adalah seseorang tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun.
Kemudian, berusia paling rendah 55 tahun, berpendidikan paling rendah S1, tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik, melepaskan jabatan struktural atau jabatan lainnya, tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota Dewan Pengawas dan mengumumkan harta kekayaannya sebelum dan setelah menjabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rakyat lawan penguasa
Sejumlah lembaga masyarakat sipil menganggap pembentukan Dewan Pengawas KPK malah melemahkan kinerja KPK dalam memberantas praktik korupsi.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Yuris Rezha melihat dalam pasal-pasal yang telah disahkan, tidak ada urgensi pembentukan dewan pengawas KPK. Esensi pengawasannya pun tak begitu jelas.
"Menurut kajian kami dari masyarakat sipil, narasi yang dilontarkan pemerintah maupun DPR itu membentuk poin dewan pengawas itu narasinya tidak bisa membangun urgensi dewan pengawas di KPK," kata Yuris saat dihubungi era.id, Kamis (19/8) malam.
"Saat kami masih melihat dewan pengawas berpotensi akan mengurangi independen si KPK, yang kedua dia berpotensi menghambat pemberantasan korupsi, karena memperpanjang birokrasi penegakan hukum di KPK," tambahnya.
Memang sempat ada adu argumentasi antara DPR dan pemerintah soal pemilihan dewan pengawas. DPR ingin dewan pengawas dipilih oleh DPR RI berdasarkan calon yang diusulkan Presiden. Sementara itu, Presiden Jokowi memiliki pandangan berbeda terkait Dewan Pengawas KPK, nantinya dijaring oleh panitia seleksi dan diangkat oleh Presiden.
Akhirnya, DPR dan pemerintah sepakat bahwa dewan pengawas dipilih oleh Presiden. Dari sini Yuris menilai pembentukan dewan pengawas yang kemarin menjadi wacana di DPR atau presiden itu hanya tarik menarik kepentingan mereka saja.
Yuris membantah anggapan bahwa jika tak ada dewan pengawas, KPK mengabdi lembaga yang superbody Lagipula, KPK sebenarnya sudah memiliki pengawas di internal mereka.
"Bahkan pengawas internal di KPK beberapa kali menjatuhkan sanksi etik kepada beberapa pegawai bahkan pimpinan KPK pernah ada. Artinya sistem ini sudah berjalan. Kedua, pengawasan soal keuangan KPK sudah ada di BPK," jelasnya.
Sebaliknya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menjelaskan, keberadaan dewan pengawas di institusi KPK itu dibutuhkan untuk memastikan kinerja KPK sesuai dengan kewenangannya.
"Di sini orang keliru (KPK) dilemahkan karena ada pengawasnya. Padahal dengan pengawas itu sebenarnya justru legitimasinya bisa lebih dijamin. Dengan pengawas mencegah tuduhan kesewenang-wenanganan (dari KPK)," terang Wiranto.
Wiranto menyejajarkan KPK dengan aparat penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan. Kedua lembaga hukum tersebut memiliki panitia seleksi yang menyaring nama-nama dewan pengawas.
Lebih lanjut, Wiranto meminta seluruh lapisan masyarakat untuk tidak curiga terhadap pemerintah dalam hal ini Presiden. Menurutnya, jangan menganggap presiden ingkar janji dan tidak pro pada pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Seakan-akan beliau tidak pro pada pemberantasan korupsi dan sebagaianya. Itu kita hilangkan dulu. Mari kita coba masuk dalam pemikiran yang konstruktif, pemikiran yang positif mengapa harus ada revisi UU KPK yang sudah berusia 17 tahun," tuturnya.
"Jangan kita kemudian memvonis sesuatu yang blm kita lakukan. maka saya jelaskan tadi, alasan mengapa seperti itu, pendekatan yang komprehensif, tanpa pro dan kontra, tanpa setuju dan menolak tapi masuk dalam pemikiran yang objektif dan konstruktif," tandasnya.