Beda Penanganan Sengketa Lahan Bidara Cina Era Ahok dan Anies

Jakarta, era.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut kasasi sengketa lahan Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur. Gugatan kasasi ini pernah diajukan mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Mahkamah Agung. 

Ahok mengajukan kasasi untuk membebaskan lahan tempat tinggal warga Bidara Cina. Lahan itu ingin dia bebaskan biar bisa digunakan untuk pembangunan jalur masuk air (inlet) sodetan Kali Ciliwung oleh Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC). 

Awalnya, Kali ini digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Juli 2015. Kasus tersebut dimenangkan warga. Kemudian, Ahok mengajukan banding pada September 2017, tapi dia kalah setelah diputus pada Mei 2019. Setelahnya, Pemprov DKI Jakarta mengajukan kasasi ke MA pada Juli 2019. 

Berdasarkan dokumen gugatan yang dimiliki MA, warga merasa memiliki hak tinggal karena keluarga mereka telah mendiami lahan itu sejak tahun 1950. Kemudian, mereka juga mengaku terus membayar pajak bumi bangunan setiap tahunnya. 

Kala itu, Ahok ingin memindahkan warga ke tempat lain. Dia menawarkan warga Bidara Cina untuk dipindahkan ke rusun Cipinang Besar Selatan (Cibesel) yang telah disediakan. Tapi, warga tak setuju. Mereka mau lahannya dibebaskan dengan syarat ganti rugi tanah per meter persegi Rp25 juta dan harga bangunan per meter persegi Rp3 juta.

Ahok tak setuju dengan ganti rugi itu. Ahok berkukuh, warga di sana tak punya sertifikat Hak Milik (SHM) sehingga tak perlu dikasih ganti rugi.

Upaya hukum ini sempat terhambat karena proses pemilihan gubernur DKI Jakarta pada 2017. Ini pula yang membuat pekerjaan sodetan Ciliwung jadi mangkrak.

Selanjutnya, semenjak Anies dilantik jadi gubernur DKI Jakarta pada Oktober 2017, kasus ini belum ditindaklanjuti. Hingga saat Kementerian PUPR memintanya untuk melanjutkan proses pembebasan lahan ini, dan Anies pun memutuskan pencabutan kasasi yang pernah dilayangkan Pemprov DKI Jakarta pada masa Ahok.

"Jadi kita terima keputusan (pengadilan) itu, baik PUPR dan DKI, dan memutuskan tidak meneruskan proses gugatannya," kata Anies, Kamis (19/9).

Dia tak memproses sengketa lahan ini dengan alasan tak mau proyek sodetan itu mandek lebih lama lagi. Karena, dengan tidak berstatus sengketa, harapannya semua prosedur yang ada bisa dilewati.

"Kalau (gugatan) ini diteruskan, ujung-ujungnya kita perlu waktu bertahun-tahun lagi. Terus kapan selesainya proyek ini kalau statusnya sengketa terus?" ucap Anies. 

Langkah tak mengajukan kasasi, kata Anies, sudah dibicarakan dengan pemerintah pusat, bahkan dengan Presiden Jokowi. Kata Anies, semuanya sepakat untuk melanjutkan proyek ini.

Terpisah, Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Juaini Yusuf menjelaskan, kelanjutan pembangunan sodetan Ciliwung hingga urusan biaya ganti rugi menjadi wewenang Kementerian PUPR dalam hal ini BBWSCC. 

"Memang selama ini kita (Pemprov) hanya memfasilitasi masalah pembebasan lahan di sodetan. Jadi, semua fisik dan ganti rugi dipegang sama BBWSCC," tutur Juaini. 

Proyek Sodetan Ciliwung merupakan pembuatan saluran air bawah tanah sepanjang 1,2 km dari Sungai Ciliwung sampai ke Kebon Nanas melalui bawah tanah di Jalan Otista.

Sodetan Ciliwung akan mengalirkan air dari Kali Ciliwung sebanyak 60 meter kubik per detik ke Kanal Banjir Timur. Dengan kapasitas tersebut, 10 persen beban aliran air Ciliwung dapat dikurangi. 

Dengan berkurangnya beban tampungan Sungai Ciliwung, diharapkan dapat mencegah terjadinya banjir saat volume air sedang tinggi pada musim hujan. 

Tag: penggusuran pemprov dki jakarta