Mendengar Petuah Gubernur Papua untuk Mahasiswa
Selain Jayapura, di Wamena ibukota Kabupaten Jayawijaya juga terjadi kerusuhan. Sejumlah perkantoran dan puluhan pertokoan dan rumah warga menjadi sasaran pembakaran massa.
Kapolda Papua Irjen Pol Rudolf Alberth Rodja menyatakan hal itu dipicu informasi hoaks yang berseliweran di media sosial --yang menyebutkan adanya oknum guru yang bertindak rasis kepada salah satu siswanya. “Sudah kami periksa dan informasi itu tidak benar atau hoaks,” tegasnya.
Dari dua peristiwa ini, Rodja menyebut, sebanyak 23 orang meninggal dunia. Sementara 63 orang mengalami luka serius dan masih di rawat di rumah sakit setempat. Puluhan korban ini umumnya meninggal akibat terjebak dalam rumah dan pertokoan yang dibakar oleh massa.
Gubernur Papua Lukas Enembe turut berduka atas insiden itu. Ini jadi menambah bebannya selaku kepala pemerintahan di Bumi Cenderawasih yang digambarkan cinta damai.
Enembe menegaskan, tidak boleh ada lagi aksi unjuk rasa dalam bentuk apa pun yang berpotensi membuat kekacauan di wilayahnya. Ia meminta kepada para mahasiswa serta masyarakat untuk tidak mudah diprovokasi dan melakukan tindakan anarkisme dengan tujuan mengacaukan situasi keamanan Papua.
“Kalian harus pulang ke kota studi masing-masing dan lanjutkan kuliah. Tidak ada ruang untuk kita lakukan anarkisme yang mengecewakan orang banyak. Masa depan kalian masih panjang untuk Papua. Maka tunjukkan kemampuan kalian,” petuah Lukas Enembe kepada 733 mahasiswa yang saat ini masih menjalani pemeriksaan di Mako Brimob, Kota Jayapura, Selasa (24/9) siang.
Gubernur Papua Lukas Enembe melakukan pertemuan dengan mahasiswa (Paul Tambunan/era.id)
Enembe didampingi Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey, Kapolda Papua Irjen Rudolf Alberth Rodja, Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab, dan Anggota DPR Papua Jhon Gobai. Mereka menemui 733 mahasiswa yang ditangkap karena rusuh di Expo Waena.
Raut wajah Enembe terlihat sedih dan matanya berkaca-kaca saat memberikan nasihat kepada ratusan mahasiswa yang ditahan. Enembe pun mengajak mahasiswa itu untuk merefleksikan segala perbuatannya, selanjutnya akan dipulangkan ke kota studi masing-masing setelah menjalani pemeriksaan oleh penyidik.
“Kalau tidak mau pulang saya akan hentikan beasiswa kalian dari provinsi. Berapa kali saya undang kalian tidak datang, lalu bikin kerusuhan lagi. Saya harap kejadian begini tidak akan terjadi lagi. Kalian dengar nasihat orang tua,” pesan Enembe seraya meminta Kapolda Papua agar mengembalikan mahasiswa ke tempat tinggal masing-masing.
Kepada sejumlah wartawan, Enembe mengaku sedang berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk melakukan penanganan para korban kerusuhan Wamena Kabupaten Jayawijaya dan Expo Waena Kota Jayapura.
“Ini korban banyak di sana bukan sedikit. Saat ini ada 23 korban menurut laporan TNI/Polri. Masih banyak yang meninggal itu saya yakin. Pasti di luar itu banyak. Kita akan turunkan lembaga independen yang melakukan investigasi. Bantuan bahan makanan ke Wamena belum kita bicarakan,” kata Enembe seraya mengaku dirinya baru tahu kerusuhan Wamena, pada Senin (23/4) malam.
Sementara, Kapolda Papua Irjen Rudolf Alberth Rodja mengatakan, insiden di Expo Waena dan Kota Wamena tidak terlepas keterkaitannya dengan sidang umum PBB. Mengingat, wilayah paling timur Indonesia ini selalu menjadi perhatian dunia internasional, khususnya terkait pelanggaran HAM dan kesenjangan sosial.
“Ya, saya kira kerusuhan di Expo Waena dan Wamena Jayawijaya tidak terlepas (kaitannya) dengan siding umum PBB yang sedang berlangsung di Jenewa,” katanya.
Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, menilai penegakkan hukum dianggap perlu dituntaskan untuk pemulihan keamanan di Papua. Hal ini dikarenakan aksi unjuk rasa kemarin berujung rusuh, dan mengarah kepada tindakan kriminal yang berakibat korban jiwa dan material.
Dia meminta kepada mahasiswa serta masyarakat untuk menghentikan aksi apa pun yang berpotensi mengganggu ketertiban umum. Terlebih, merampak hak mendapatkan rasa aman warga lainnya.
“Saya melihat 733 mahasiswa ini diperlakukan manusiawi. Jika memang mereka (mahasiswa) menolak makanan fasilitas lain yang diberikan oleh pihak kepolisian, itu hak mereka,” kata Frits. (Paul Tambunan)