Tikaman dari Belakang AS untuk Sekutu di Suriah
AS yang memiliki ratusan personel militer di sepanjang perbatasan Turki-Suriah dilaporkan menarik mundur serdadu-serdadunya. Juru Bicara Gedung Putih Stephanie Grisham mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Turki akan segera bergerak maju dengan operasi militernya yang telah lama direncanakan ke Suriah utara, pada Minggu (6/10).
"Turki akan bergerak maju dengan operasinya, dan Angkatan Bersenjata Amerika tak lagi mendukung atau terlibat dalam operasi itu serta tak lagi berada di area dekat perbatasan," ujar Grisham, dikutip BBC.
Pejabat administrasi Trump mengatakan, 50 tentara AS di wilayah Turki akan dipekerjakan kembali di tempat lain di Suriah, di mana mereka tak akan terlibat dalam baku tembak. Amerika sendiri memiliki sekitar 1.000 pasukan di Suriah.
Gedung Putih juga menyatakan Turki akan memikul semua tanggung jawab atas para milisi ISIS yang ditangkap pasukan Kurdi selama dua tahun terakhir. Gedung Putih mengemukakan pernyataannya menyusul percakapan telepon antara Presiden Donald Trump dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Baca Juga: Erdogan dan Putin Kerja Sama Tangani Konflik Suriah
Operasi militer Turki
Penarikan pasukan AS itu dianggap kelompok Kurdi sebagai pengkhianatan, karena akan membuat pasukan pimpinan Kurdi di Suriah yang telah lama menjadi sekutu rentan terhadap serangan yang direncanakan oleh militer Turki, yang mencap mereka sebagai teroris.
Kementerian Pertahanan Turki mengatakan dalam kicauannya di Twitter, Senin (7/10), persiapan untuk kemungkinan operasi militer ke wilayah Suriah timur laut telah selesai.
Turki bertujuan ingin menciptakan apa yang disebut safe zone yang membentang 32 Km di sepanjang pertasan wilayah timur laut Suriah. Langkah ini karena dua alasan, pertama untuk memungkinkan pasukan Turki memerangi kelompok bersenjata Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) --komponen utama SDF-- dan kedua menciptakan kondisi yang diperlukan untuk mengembalikan pengungsi Suriah, demikian dikutip Al Jazeera.
Selama ini, Turki memandang kelompok bersenjata YPG sebagai perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) atau dikenal sebagai pasukan Kurdi dan ingin menghabiskan kelompok separatis ini dari perbatasan Turki-Suriah. Sementara itu, PKK maupun SDF sendiri berperang bersama pasukan AS melawan kelompok ekstrimis ISIS di dalam wilayah Suriah.
Kelompok ini telah melakukan kampanye bersenjata selama puluhan tahun untuk otonomi di wilayah Turki, hal ini membuat kelompok itu dicap sebagai organisasi teroris oleh Turki dan Uni Eropa.
"Kami percaya bahwa demi kepentingan integritas wilayah di Suriah dan kepentingan rakyat Suriah, juga nasional Turki, untuk menetapkan safe zone ini. Karena wilayah itu telah menjadi tempat aman bagi teroris PKK selama tiga tahun terakhir," ujar juru bicara kepresidenan Turki Ibrahim Kalin kepada Al Jazeera.
Menanggapi pernyataan operasi militer oleh pemerintah Turki, Trump kemudian mengatakan akan melenyapkan perekonomian negara itu jika Ankara melakukan sesuatu yang dia anggap keterlaluan di Suriah.
"Jika Turki melakukan sesuatu yang saya, dalam kebijaksanaan saya yang agung dan tidak tertandingi, dianggap terlarang, saya akan benar-benar menghancurkan dan melenyapkan Ekonomi Turki (saya sudah melakukan sebelumnya!)," kicau Trump dalam akun @realdonaldtrump, Selasa (8/10/2019).
Arti bagi pasukan Kurdi Suriah
SDF telah mempelopori kampanye pimpinan AS yang mengalahkan kelompok ISIS di Suriah pada awal tahun ini. Tetapi keputusan AS untuk menarik pasukannya telah membuat pasukan SDF sekitar 60 ribu ini semakin terisolasi dan tampak terkunci dalam pandangan Turki.
SDF menyebut langkah AS merupakan tikaman dari belakang. Namun, berjanji untuk tetap mempertahankan tanahnya dengan segala upaya meski ditinggal oleh pasukan AS. Padahal, tahun lalu Trump memuji pasukan SDF sebagai pejuang yang hebat karena telah berhasil menumpas ISIS, dikutip BBC.
Baca Juga: Suriah Minta AS Setop Danai Teroris
"Kami berusaha banyak membantu mereka. Jangan lupa itu wilayah mereka. Mereka bertempur bersama kami, mereka mati bersama kami, kami kehilangan puluhan ribu Kurdi melawan ISIS. Mereka adalah orang-orang hebat dan kami tidak lupa," Trump mengatakan kepada wartawan pada September 2018.
Namun, pada Senin kemarin Trump justru mengatakan pasukan Kurdi dibayar sejumlah uang besar dan peralatan untuk bersekutu dengan AS dalam perang melawan ISIS dan memperingatkan pasukan itu untuk mencari tahu situasi mereka saat ini.
Langkah ini, menurut analis di Middle East Research Institute, Yerevan Saeed, dapat mendorong pasukan SDF untuk memihak rival AS, yakni Rusia, Iran --dua pendukung utama militer Presiden Suriah Bashar al-Assad.
"Meninggalkan kurdi pada saat ini adalah kebalikan total dari tekanan maksimum terhadap Iran yang hanya akan mendorong pasukan Kurdi ke Teheran," kata Saeed kepada Al Jazeera, merujuk pada keputusan Trump untuk menerapkan kembali sanksi terhadap Iran dalam upaya untuk mengekang Iran terhadap program rudal balistik serta dukungannya untuk kelompok-kelompok bersenjata regional.