Menghadang Nama Bermasalah soal HAM Masuk Kabinet Jokowi

Jakarta, era.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah dilantik sebagai presiden periode 2019-2024. Kini, Jokowi tengah disibukkan dengan memanggil sejumlah nama yang bakal dijadikannya sebagai menteri di Kabinet Kerja Jilid II.

Menanggapi itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengingatkan Jokowi agar tidak memasukkan orang-orang yang bermasalah di dalam kabinetnya. Salah satu yang dimaksud adalah mantan Menkopolhukam Wiranto dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

"Pak Jokowi benar-benar harus memperhitungkan persoalan ini dengan tidak menempatkan orang seperti Pak Wiranto dalam kabinetnya. Termasuk Pak Prabowo. Dia (diduga) bertanggung jawab terhadap kasus penghilangan orang secara paksa," kata Koordinator KontraS Ferry Kusuma kepada wartawan di kantor Kontras Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (21/10/2019).

Menurut dia, jika Jokowi benar memberikan kursi menteri kepada mantan Danjen Kopassus tersebut, ini artinya Jokowi telah memberikan ruang kepada orang yang diduga harus bertanggung jawab terkait pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Kita tidak akan menjadi negara yang lebih baik kalau kita masih percaya terhadap nama-nama yang bertanggung jawab tersebut," tegas dia.

Ferry juga menilai kabinet di periode kedua Jokowi ini harus diisi oleh orang yang berlatar belakang sebagai profesional dan paham akan tugas dan kewenangan mereka. Khusus untuk Menkopolhukam, dia memberi catatan khusus terkait siapa pihak yang cocok menduduki jabatan tersebut.

"Kalau Kemenkopolhukam, tentunya yang mengerti tentang politik dan HAM, bukan yang dari unsur militer. Apalagi dia adalah militer dari era Orde Baru yang tentu dia punya catatan hubungan dengan para rezim terdahulu," kata dia.

Sebab, jika Menkopolhukam berasal dari era Orde Baru, maka penyelesaian kasus HAM berat di masa lalu akan kembali terhambat.

Pelantikan Presiden Jokowi (Instagram/@jokowi)

Jokowi dinilai gagal

Melengkapi, Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Dimas Bagus Arya menganggap di periode 2014-2019 Presiden Jokowi telah gagal menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Padahal, penyelesaian kasus ini telah masuk ke dalam janji kampanyenya di tahun 2014 yang lalu.

"Kita tahu. Tidak ada yang bisa di-highlight terkait penuntasan pelanggaran HAM secara berkeadilan yang dituliskan secara eksplisit oleh Pak Jokowi dalam nawacita," ungkap Dimas.

Beberapa kasus pelanggaran HAM yang dimaksudnya adalah soal penghilangan paksa di tahun 97/98, Talangsari Lampung, Trisakti Semanggi 1 dan 2, serta tragedi 1965. Menurut dia, kasus-kasus tersebut dijanjikan Jokowi bakal diselesaikan. Tapi, hingga saat ini kasus pelanggaran HAM berat tersebut justru stagnan.

"Enam kasus itu sama sekali ketika lima tahun kepemimpinan Pak Jokowi. Tidak ada satupun langkah-langkah konkret untuk wujudkan dan implementasikan janji politik itu," kata dia.

Pun dengan nama-nama Menkopolhukam yang pernah ditunjuk Jokowi memperkuat rezimnya. Menurut dia, penunjukan dua nama itu adalah kesalahan. Terbukti, keduanya gagal menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang ia tuturkan.

Tak hanya itu. Dimas juga mengungkap persoalan politik ratifikasi yang tak kunjung direalisasikan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

"Kita sama sama highlight bahwasanya kebijakan untuk penyintasan kasus pelanggaran HAM Berat masa lalu yang dicap berkeadilan seperti tertulis dalam nawacita itu gagal dipenuhi oleh rezim Jokowi dan JK selama periode 2014-2019," tutupnya.

Tag: jokowi-maruf amin