Pergerakan Indie yang Kini Jadi Arus Utama Musik
Jika melihat skema musik rock di Indonesia, era 1970-an merupakan masa kejayaan rock ketika masuk ke Tanah Air. Genre hard rock dan progresif rock merajai panggung musik sekitar tahun 1970. 20 tahun kemudian, musik rock kemudian berkembang menjadi lebih berwarna pada tahun 1990-an usai masuknya punk, grunge, hingga hardcore.
Dilansir Antara, kehadiran musik rock juga membawa konsep do it yourself atau DIY. Konsep ini memungkinkan musisi memproduksi lagunya dengan mandiri alias indie (independent). Indie sendiri bukanlah suatu genre musik, melainkan sebuah gerakan musik yang bebas dan mandiri, tidak bergantung sama sebuah label musik atau sebagainya.
Awal mulanya, musik rock belum masuk radar label rekaman di Indonesia. Salah satu faktornya mungkin pasar yang tak sesuai dengan bidikan label rekaman. Pasalnya di tahun ini genre musik di Indonesia tubuh subur, mulai dari pop yang mendayu-dayu dengan lirik yang puitis hingga genre rock.
Kendati demikian, pasar selalu saja memberikan tanda-tanda yang dengan cepat ditangkap oleh perusahaan. Pada 1990-an, musik rock alternatif menjadi wajah baru dalam industri rekaman tanah air. Tetapi, musik rock bawah tanah punya jalurnya sendiri.
Baca Juga : Misteri Kematian Freddie Mercury
Mereka memproduksi sendiri lagu-lagunya secara kolektif. Mereka juga memanfaatkan basis penggemar loyal serta sistem distribusi langsung kepada penggemar atau teman tongkrongan yang menjadi salah satu cara yang efisien.
Indie bukan sekedar musik. Di dalamnya, ada simpul-simpul produksi padat karya yang menciptakan ragam produk fesyen, masalah panggung, hingga munculnya majalah komunitas. Pokoknya, urusan musik dengan segala tetek-bengeknya selesai di tangan mereka sendiri.
"Era indie, komunitas sangat mendukung. Band dibesarkan bukan oleh label, tapi oleh komunitasnya sendiri," ujar Eddie Brokoli, musisi yang populer bersama Harapan Jaya di era 1990-an, kepada Antara.
Musisi yang memiliki ciri khas dengan rambut afro ini menilai musik indie punya penggemar loyal yang membuat siklus produksi musisi berputar dan kemudian dikonsumsi oleh penggemarnya.
Ini bisa dilihat dari kiprah PAS Band, Pure Saturday, Superman is Dead, Sore, Naif, hingga Rocket Rockers, saat mereka memulai produksi secara mandiri. Meski sebagian ada yang melompat ke major label, itu merupakan dinamika yang membuktikan bahwa pasar pernah berpihak pada musik dengan sound berdistorsi.
Dikutip Loop, Pas Band merupakan band yang memulai tradisi merilis album secara Indie. Mereka pun sukses menjual album mereka sebanyak 5.000 kopi. Karena keberhasilan Pas Band, akhirnya banyak band metal dan rock yang mengikuti jejak mereka.
Baca Juga: Motorhead dan Kontroversi Rock & Roll Hall of Fame
Pergerakan indie
Hal yang perlu digaris bawahi adalah kenyataan bahwa musik indie setidaknya memiliki umur yang panjang dalam menghadapi pergeseran pasar. Saat industri rekaman besar dihajar badai penurunan penjualan, musisi indie tetap punya panggungnya sendiri.
Atas dasari itu, Eddi menilai bahwa zaman sedang berpihak pada musik indie saat ini. Bahkan ia menyebut bahwa hampir semua musisi sudah independent dalam memproduksi karyanya. "Sejarah sedang berulang, musik indie lagi naik kembali seperti zaman gua dahulu," ujar Eddi. "Sekarang sebut siapa band major label yang besar? hitungan jari. Sebut yang indie, banyakkan?".
Sementara itu, Dadang SH Pranoto, gitaris dari Navicula sependapat dengan hal itu. Ia mengatakan, skema indie bukan hanya sekedar memproduksi secara mandiri, melainkan sebuah gerakan. "Aku pikir grafiknya naik, apalagi setelah major label kolaps. Indie bergerak, seperti pergerakan," kata Dadang di Bali beberapa waktu lalu.
"Festival sudah jarang major main. Sekarang isinya indie. Pada zamannya band itu tur 30 kota. Sekarang yang kita lihat, Seringai, Barasuara yang tur kemana-mana. Membanggakan memang," kata dia.
Di sisi lain, Eet Sjahranie yang tidak spesifik menyebut era musik Indie. Namun gitaris Edane itu meyakini bahwa saat ini adalah sebuah periode pengulangan dari era 1970-an ke 1990-an. "Sekarang ini pengulangan dari yang lama," kata Eet. "1990-an adalah era kembalinya 1970-an. Bedanya, sekarang era yang merangkum semuanya. Dari musik hard rock 1970 hingga rock blues, punk, metal 1990-an, bercampur di saat ini."
Dulu, musisi yang ingin besar harus menuju perusahaan label, melewati fase promosi di televisi dan radio, wawancara media, hingga konser untuk promo album. Hal itu melibatkan ekosistem besar bernama manajemen yang mengatur semuanya agar seirama. Tapi sekarang tidak, musisi saat ini memangkas alur 'birokrasi' untuk menerbitkan karyanya.
"Dulu kami adalah musisi yang tidak sibuk karena diurus record company dan manajemen. Kami tahunya buat musik, wawancara, syuting video dan TV," kata Eet. "Sekarang tidak bisa begitu. Sekarang kami juga mau tak mau nyebar pengumuman juga, lewat sosmed. Ini urusan record company, tapi ini kepentingan kami juga, jadi harus mau tahu urusan begini," kata dia.