Ditunjuk Jadi Stafsus Jokowi, Billy Mambrasar Kira Kena Prank
Salah satu staf khusus tersebut yakni Gracia Billy Yosaphat Mambrasar atau Billy Mambrasar, yang menempuh pendidikan di Universitas Oxford Inggris. Ia baru berusia 31 tahun saat ditunjuk menjadi staf khusus Presiden Jokowi kemarin.
Ia merupakan pendiri Yayasan Kitong Bisa, yakni yayasan yang fokus mengurusi pendidikan anak-anak di Papua. Yayasan itu didirikannya pada 2009 silam. Melalui Kitong Bisa, Billy memberikan akses pendidikan untuk anak-anak tidak mampu, khususnya di Papua dan Papua Barat. Sejumlah pelatihan keterampilan juga diselenggarakan.
View this post on InstagramBilly mengaku tak pernah mengira, dirinya bisa menjadi staf khusus presiden. Ia dipanggil kembali ke Tanah Air dua hari lalu, saat berada di London, Inggris. Padahal saat itu, ia baru saja mendarat di London untuk mengisi sejumlah acara di negara itu.
"Saya sempat mengira bahwa itu "prank", ternyata benar. Negara memanggilku untuk kembali," tulis Billy dalam akun Instagramnya.
Sebelumnya, namanya sempat disebut-sebut menjadi calon menteri maupun wakil menteri menjelang pengumuman menteri kabinet Indonesia Maju, sebulan yang lalu. Setelah ditunjuk menjadi staf khusus, Billy berkomitmen untuk membangun Indonesia dari Papua, bukan membangun Papua dari Indonesia.
"Kami berkomitmen membantu Pak Presiden dan pemerintah untuk tidak bekerja layaknya rutinitas. Kami mencoba memunculkan nilai kekinian dan teknologi yang berbeda untuk membuat sistem pemerintahan yang lebih efektif dan efisien," terang Billy.
Saat ini, pria kelahiran Serui, Kepulauan Yapen, Papua ini dalam proses penyelesaian tesis studi gelar Magister (MSc) dalam bidang bisnis di Universitas Oxford, Inggris. Gelar tersebut merupakan gelar keduanya, setelah menyelesaikan studi di Australian National University (ANU) dengan beasiswa dari Pemerintah Australia dan menjadi mahasiswa terbaik pada 2015.
Sebelum ditunjuk menjadi staf khusus, Billy rencananya akan melanjutkan pendidikan doktoralnya dengan Beasiswa Afirmasi dari LPDP di Universitas Harvard, Amerika Serikat, dalam bidang pembangunan manusia.
Gelar sarjana diraihnya dari Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB. Untuk biaya kuliah didapat dari beasiswa afirmasi dan otsus dari pemerintah daerah.