Puluhan Ribu Napi Bakal Dibebaskan, Termasuk Koruptor dan Bandar Narkoba?

Jakarta, era.id – Untuk mencegah penularan virus korona baru, Kementerian Hukum dan HAM akan membebaskan lebih dari 30.000 narapidana dan anak dari lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, serta lembaga pembinaan khusus anak (LPKA). 

Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Ditjen Pemasyarakatan Junaedi mengatakan para warga binaan yang akan dibebaskan itu dipastikan bukan yang terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

“Penyebaran COVID-19 di lapas dan rutan dilakukan percepatan pengeluaran dan pembebasan melalui asimilasi dan integrasi yang merupakan wilayah kewenangan Menkumham RI. (Percepatan) diberikan kepada warga binaan yang tidak terkait, sekali lagi, tidak terkait dengan PP 99,” ujar Junaedi dalam siaran pers secara daring di Kemenkumham, Jakarta, Rabu (4/1/2020).

Namun, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly justru berencana untuk merevisi PP Nomor 9 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Sebab, dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 itu disebutkan sejumlah jenis kejahatan yang mempunyai ketentuan berbeda untuk pemenuhan hak narapidananya. Adapun yang dimaskud dengan kejatahan tersebut adalah pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia (HAM) yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya.

Sehingga, secara ketentuan, para napi korupsi dan narkotika, tidak bisa dibebaskan bersama dengan 30.000 narapida dan warga binaan lainnya jika PP Nomor 9 tahun 2012 itu tidak direvisi.

“Perkiraan kami bagaimana merevisi PP 99/2012 tentu dengan kriteria ketat sementara ini," ujar Yasonna saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI secara daring, Rabu (1/4).

Sedangkan yang dimaksud oleh Yasonna tentang kriteria ketat adalah pemberian asimilasi bagi napi narkotika dengan masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidananya. Dia memperkirakan ada 15.422 napi narkotika yang memenuhi syarat tersebut untuk diberikan asimilasi dan kepada napi korupsi yang berusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana jika akan menjalankan asimilasi jika revisi ini dilakukan.

“Kami perkirakan 15.442 per hari ini datanya. Mungkin akan bertambah per hari. (Napi korupsi) ada sebanyak 300 orang,” ucapnya.

Lebih lanjut, Yasonna melaporkan akan mengeluarkan narapidana tindak pidana khusus yang memiliki penyakit kronis yang telah dinyatakan oleh rumah sakit pemerintah. Jumlahnya diperkirakan mencapai 1.457 orang dan narapidana warga negara asing jumlahnya mencapai 53 orang.

Nantinya, laporan tersebut akan dibawa ke rapat terbatas untuk dimintai persetujuan kepada Presiden Joko Widodo. Yasonna juga menyebut, pihaknya telah bersurat ke Mahkamah Agung agar tidak mengirim napi baru ke rumah tahanan.

"Jadi dengan pengurangan ini, dengan angka-angka tambahan-tambahan ini bisa kita lakukan di angka 50.000-an dan bertahap mungkin bisa melebar. Apalagi jika intake Polri bisa ditahan, akan membantu kami mengatasi krisis," ungkapnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kemenkumham, Nugroho mengatakan program pengeluaran dan pembebasan para narapidana dan warga binaan ini sudah dimulai per hari Rabu (1/4) ini. Dari data yang tercatat sejak pagi hingga sore hari tercatat sudah 13.430 orang seluruh Indonesia. Dengan rincian, yang keluar dengan asimilasi sebanyak 9.901 orang, yang keluar dengan program integrasi sejumlah 439 orang.

“Pelaksanaan Permenkumham Nomor 10 ini dalam 7 hari sudah bisa dilaksanakan. Harapan kami, perkiraan kurang lebih 30.000 bisa tercapai, nanti kami harus melapor ke Pak Menteri karena kemungkinan jumlahnya bisa lebih dari itu,” kata Nugroho.

 

Tag: narapidana