Perjalanan Karier Didi Kempot The Godfather of Broken Heart
Bukan cuma Sobat Ambyar, penikmat musik di Indonesia hari ini berduka atas kepergian penyanyi campursari legendaris itu.
Maestro campursari itu lahir dari keluarga seniman di Surakarta, pada 31 Desember 1966. Tak heran kalau Didi terjun ke dunia seni, orang-orang terdekatnya juga berkecimpung di dunia yang sama.
Ayahnya Ranto Edi Gudel pemain ketoprak di Jawa Tengah. Ibunya Umiyati Siti Nurjanah, penyanyi tradisional di Ngawi. Kakaknya Mamiek Prakoso, pelawak yang tenar lewat grup Srimulat.
"Saya berseni mungkin karena hidup ke kehidupan seniman tradisional," kata Didi Kempot pada Maret 2020, saat mengumumkan rencana konser "Ambyar Tak Jogeti" yang harusnya digelar tahun ini.
Sebelum dielu-elukan sebagai The Godfather of Broken Heart, lagu-lagunya yang sebagian besar bertema kehilangan dan patah hati, Didi Kempot merintis karier dari musisi jalanan.
Bahkan, nama Kempot yang menghiasi namanya juga terkait dengan asal-usul perjalanan musiknya. Kempot adalah akronim dari "Kelompok Penyanyi Trotoar".
Penyanyi yang biasa tampil dengan balutan busana khas solo lengkap dengan blankon ini mulai jadi musisi jalanan sejak 1984 di kota Surakarta, sebelum akhirnya mengadu nasib di ibu kota.
Lagu Cidro dari album pertamanya dulu kurang terkenal di Indonesia, tapi justru menjadi pintu yang menghubungkan Didi dengan penggemar di mancanegara, khususnya Suriname dan Belanda.
Lagu tersebut dibawa oleh seorang turis Suriname di Indonesia yang berdomisili di Belanda. Setelah diputar di radio Amsterdam, lagu tersebut meledak dan digemari di sana.
"Saya keluar negeri itu pada 1993. Itu ke Suriname dan Belanda. Nah sekarang kalau saya datang ke Suriname, pasti (saya) selalu disambut oleh menteri yang ada disana dan ditonton presiden. Wis koyo pejabat lah (sudah kayak pejabat lah)," ujar pria bernama asli Dionisius Prasetyo itu pada Agustus 2019.
Sejak saat itu nama Didi Kempot akhirnya mulai di kenal, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Tahun 1996 dia kembali menulis lagu dan musik untuk album terbarunya. Pria berusia 53 tahun ini merekam lagu Layang Kangen di Rotterdam, Belanda.
Setahun kemudian dia kembali ke Jakarta, dan kembali menata kariernya yang cemerlang. Dia juga sempat pulang ke kampung halamannya sebelum akhirnya merilis lagu Stasiun Balapan tahun 1999.
Sejak kembali ke Jakarta, ide liar Didi dalam menciptakan lagu dengan tema cinta, patah hati, dan kesedihan itu semakin membuatnya semangat dan terus melahirkan karya-karya barunya, seperti Plong, Ketaman Asmoro, Poko’e Melu, Cucak Rowo, Jambu Alas, Ono Opo, hingga lagu Suket Teki.
Selama berkarier 30 tahun di industri musik Indonesia, dia berhasil melambungkan musik campur sari sehingga bisa diterima di industri musik nasional. Apalagi, sekitar dua tahunan ke belakang, musiknya dinikmati kaum milenial yang kemudian membentuk komunitas sad bois dan sad girls.
Didi Kempot sempat berencana menggelar konser tunggal di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada 10 Juli 2020. Sayang, rencana indah itu terpaksa batal lantaran pandemi korona dan kini ia telah berpulang.
Galang dana di tengah pandemi korona dan membuat lagu kampanye larangan mudik berjudul Ojo Mudik menjadi sumbangsih terakhir Didi Kempot.
Terima kasih Lord Didi..