Kupat Jembut, Kuliner Khas Tradisi Syawalan di Kampung Jaten Cilik
Warga memiliki tradisi membagikan ketupat Lebaran yang namanya tak biasa Yakni kupat jembut atau ketupat sumpel.
Tradisi Syawalan itu sudah mengakar di Jaten Cilik sejak puluhan tahun lalu, yakni sekitar tahun 1950 silam. Sejak saat itu, kupat jembut dijual di wilayah pinggiran kota, tepatnya di Kampung Jaten Cilik, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang. Kata-kata jembut yang dipakai sebagai nama kuliner ini bukannya dihindari, justru menjadi buaruan warga yang penasaran.
Meski namanya terkesan jorok, tetapi isi sebenarnya hanya ketupat biasa berupa sayuran kecambah atau taoge yang menjuntai keluar dari daun janur. Makanan ini sangat banyak diminati, terutama anak-anak. Sebab di dalam kupat jembut diselipkan beberapa lembar kertas uang, mulai dari Rp 80 ribu hingga Rp 100 ribu.
Tradisi ini biasanya diselenggarakan sesudah salat Subuh dengan dibagikan kepada anak-anak sekitar kampung. Tak hanya orangtua, anak-anak rela bangun lebih pagi untuk berebut kupat jembut pada perayaan Syawalan di Kampung Jaten Cilik.
“Pembuatnya sama saja dengan ketupat umumnya. Cuma di sini yang khas itu ada tambahan isian taoge dan uang. Uang juga jadi rebutan anak-anak,” kata seorang warga, Munawir.
Sayangnya, ukuran ketupat ini lebih kecil dari ukuran kupat biasa. Hanya bisa untuk sekali atau dua kali kudap.
Keberadaan kupat jembut adalah simbol wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas berkah yang sudah diberikan selama bulan Ramadan.
Warga Semarang berharap kupat jembut dikenal lebih luas oleh masyarakat Indonesia. Sehingga, kupat jembut jadi salah satu penganan khas Syawalan yang jadi daya tarik tersendiri di Kota Semarang.