Teman Tuli dan Majas Tanpa Aksara

Jakarta, era.id - Sejarah mencatat bahwa Mahatma Gandhi mengatakan ini dalam sebuah pidato pada tahun 1931, "Kebesaran sebuah bangsa diukur dari bagaimana ia memperlakukan warganya yang paling lemah."

Sebuah video baru-baru ini mengemuka di media sosial Twitter. Video berdurasi 0:15 detik yang diunggah pada tanggal 6 Juli 2020 ini menunjukkan seorang anak perempuan berumur delapan tahun, Tallulah, bercakap-cakap dengan seorang pengantar pos dari beranda rumahnya.

<blockquote class="twitter-tweet"><p lang="en" dir="ltr">She learned to sign so she could speak to the deaf mailman. ??<br><br> <a href="https://t.co/hUxBcpAiUE">pic.twitter.com/hUxBcpAiUE</a></p>&mdash; jay arnold ???? (@jadedcreative) <a href="https://twitter.com/jadedcreative/status/1279858102876229634?ref_src=twsrc%5Etfw">July 5, 2020</a></blockquote> <script async src="https://platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script>

Pengunggah video tersebut, @jadedcreative, menulis dalam bahasa Inggris, "Dia belajar bahasa isyarat agar bisa berbicara dengan pengantar pos yang tunarungu."

Dalam wawancaranya dengan BBC, Tim Joseph, sang pengantar pos yang bekerja di kota Manchester, Inggris, mengaku terkejut ketika Tallulah ingin bisa mengatakan "have a good day" (semoga harimu menyenangkan) dalam bahasa isyarat, sehingga ia bisa menyapa sang pengantar pos.

Seperti ditulis BBC, Tim mengaku anak kecil itu "membuatku bahagia."

Video tersebut mengundang banyak simpati dan sudah dibagikan ulang hingga 99,8 ribu kali.

Sementara itu, sebuah kedai kopi bernama Silent Coffee and Hope di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, menjadi viral setelah seorang pengunjung mengunggah video mengenai kafe tersebut.

<blockquote class="twitter-tweet"><p lang="in" dir="ltr">Terharu bgtttttt???????? <a href="https://t.co/o09PwENzzG">pic.twitter.com/o09PwENzzG</a></p>&mdash; bidadaritanpasayap. (@rezaresya) <a href="https://twitter.com/rezaresya/status/1275849576767983623?ref_src=twsrc%5Etfw">June 24, 2020</a></blockquote> <script async src="https://platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script>

Di kafe tersebut, pengunjung akan dilayani oleh teman-teman tuli dan diberi panduan bagaimana cara berkomunikasi di kasir atau saat memesan makanan.

Sunyi Coffee sendiri merupakan satu dari berbagai tempat kuliner yang mempekerjakan kaum tunarungu. Selain kafe tersebut ada pula Koptul di Jakarta, Cupable Coffee di Yogyakarta, dan Kafe Mbok Kom di Surabaya.

Keterbatasan fisik, contohnya, seharusnya tidak niscaya mengurangi kualitas hidup seseorang. Tapi kerap kali kondisi masyarakat tempat ia hidup lah yang membuatnya menjadi seorang disabilitas. Hal ini yang kerap dialami oleh teman tuli dan tunarungu di Indonesia.

Seperti dilaporkan oleh CNN Indonesia, Survei Nasional tahun 1994-1996 menyebutkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran di Indonesia mencapai 16,8 persen atau setara 35,28 juta jiwa. Sementara itu, setiap tahunnya, lebih dari 5 ribu bayi lahir dengan menderita tuli.

Seperti dikatakan oleh Mahatma Gandhi dan ditunjukkan para pemerhati disabilitas, ketulian dan juga keterbatasan lainnya adalah kesempatan bagi sebuah bangsa untuk menunjukkan kebesarannya. Yang lebih penting pula adalah untuk tidak meremehkan pengalaman khas yang dimiliki para kaum tunarungu ini.

Setiap orang yang berkunjung ke Sunyi Coffee and Hope akan membaca sebuah sajak ini, yang kata-katanya jernih dan menyentuh kalbu:

Apakah itu sebuah keterbatasan?

Terdengar nyaring; terlihat hampa.

Peluh merajam; keheningan menimpa.

Namun, pelik disangka sunyi pun berbahasa.

Keterbatasan hanyalah ilusi dunia yg fana.

Keterbatasan, majas tanpa aksara.

Tag: disabilitas