Ini Bedanya PDP dan Pasien Suspek COVID-19
Bandung, era.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerbitkan peraturan baru mengenai pedoman pencegahan virus korona (COVID-19) di Indonesia. Aturan ini antara lain mengubah istilah orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) menjadi suspek.
Istilah suspek (suspect) sendiri sudah lama dipakai media massa dalam memberitakan kasus terduga penyakit tertentu, termasuk untuk kasus COVID-19. Namun ketika pertama kali kasus COVID-19 diumumkan di Indonesia, Kementerian Kesehatan mengeluarkan pedoman berisi kategori-kategori pasien COVID-19, antara lain ODP, PDP, dan lain-lain.
Dengan pedoman yang baru keluar 13 Juli 2020 itu, istilah suspek kembali dipakai dan menggantikan ODP dan PDP. Penggantian istilah ini konsekuensinya akan merembet ke fasilitas atau institusi kesehatan lainnya di Indonesia.
Meski demikian, penggantian istilah dipandang tidak masalah karena sebelumnya toh sudah banyak pasien yang disebut suspek, baik untuk COVID-19 maupun pasien terduga penyakit lain.
Ketua Tim Penanganan Infeksi Khusus Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, dr. Yovita Hantantri Sp.PD-KPTI, bilang penggantian istilah ODP, PDP, dan sejenisnya itu tidak akan banyak menimbulkan perubahan pada layanan penanganan pasien COVID-19 di RSHS. Pihak RSHS saat ini masih merapatkan untuk membahas pedoman baru Kemenkes tersebut.
“Sebenarnya belum kelihatan dampakna. Keputusan Menkes baru dikeluarkan 13 Juli, kami juga baru menerima, mungkin saya baru baca beberapa hari lalu. Kami dari tim baru akan mendiskusikannya,” kata dr. Yovita Hantantri, saat dihubungi era.id, Jumat (17/7/2020).
Dokter spesialis penyakit tropis dan infeksi tersebut bilang, tidak ada masalah dengan munculnya pedoman baru Kemenkes.
“Kalau dari kriteria PDP, ODP, OTG (orang tanpa gejala) sebenarnya enggak ada masalah sih, karena memang prinsipnya kita melakukan penilaian penyakit, asesment pasien, ini apakah COVID atau tidak kan berdasarkan gejala. Jadi sebenarnya apa yang selama ini kita sebut ODP, PDP itu sekarang menjadi suspek, itu saja sih enggak ada bedanya sebenarnya,” papar Yovita.
Tapi, tetap ada perbedaan, namun tidak terlalu mendasar. Misalnya, istilah PDP dipakai untuk pasien yang memiliki gejala sedang sampai berat dan memerlukan perawatan di ruang isolasi rumah sakit. Sedangkan ODP memiliki gejala ringan sehingga cukup isolasi mandiri dengan pengawasan Dinas Kesehatan setempat.
“Jadi tidak ada perbedaan sebenarnya. Karena kalau sekarang mereka satukan semua yang disebut ODP dan PDP itu menjadi suspek. Jadi penanganannya sih sama saja. Hanya kalau dulu kan ODP tidak dirawat, ringan, lalu kaau PDP gejalanya sedang sampai berat dan harus dirawat,” terangnya.
Dengan kata lain, pihak rumah sakit tinggal menyesuaikan dengan pedoman baru Kemenkes. Sebelum ada pedoman pun pihak rumah sakit telah menyebut pasien yang diduga penyakit tertentu dengan istilah suspek.
“Karena sebenarnya kita melakukan penilaian pasien COVID atau tidak kita sebetulnya menyebutkan memang suspek. Seperti layanan pasien lain pun demikian. Kalau ada pasien A itu kita duga menderita suatu penyakit kita juga nyatakan dia suspek. Jadi sebenarnya ga masalah sih,” tambah Yovita.
Perlu diketahui, istilah terbaru yang membagi karakteristik pasien COVID-19 tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).