DPR Pertanyakan Sampoerna dan Tanoto Jadi Mitra POP Kemendikbud
ERA.id - Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, mempertanyakan masuknya dua yayasan dari perusahaan besar, Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation, sebagai mitra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam Program Organisasi Penggerak (POP). Dua lembaga tersebut bakal mendapatkan hibah hingga Rp20 miliar per tahun.
"Kami tidak memungkiri jika program organisasi penggerak bisa diikuti oleh siapapun yang memenuhi persyaratan. Kendati demikian harus digarisbawahi bahwa program organisasi penggerak juga merupakan upaya untuk melakukan pemberdayaan masyarakat khususnya yang bergerak di bidang Pendidikan," kata Huda lewat keterangan tertulisnya, Kamis (23/7/2020) siang.
Huda menjelaskan POP adalah program yang melibatkan entitas atau lembaga masyarakat yang bergerak di bidang pendidikan dalam meningkatkan kapasitas tenaga pendidik di Indonesia. Untuk mendukung program ini, Kemendikbud mengalokasikan anggaran hampir Rp600 miliar.
Anggaran tersebut akan dibagikan untuk membiayai pelatihan atau peningkatan kapasitas yang diadakan organisasi masyarakat yang terpilih.
"Proses rekrutmen organisasi penggerak ini telah dilakukan. Berdasarkan data yang kami terima ada 156 ormas yang dinyatakan lolos verifikasi dengan 183 proposal jenis kegiatan," sambungnya.
Namun, Huda mengaku merasa aneh ketika dua yayasan dari dua perusahaan besar tersebut bisa menerima anggaran dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan guru. Padahal, menurut Huda, dua yayasan tersebut didirikan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan alias CSR.
"Harusnya dengan semangat CSR mereka mengalokasikan anggaran dari internal perusahaan untuk membiayai kegiatan yang menjadi concern perusahaan dalam memberdayakan masyarakat. Lha, ini mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru. Logikanya sebagai CSR, yayasan-yayasan perusahaan tersebut bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri," katanya.
Penolakan juga disampaikan anggota DPR yang lain, Abdul Kadir Karding. Kata dia, pemberian dana hibah dari Kemendikbud seperti logika yang kebalik. Harusnya Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation punya kewajiban bisa membantu pendidikan Indonesia. Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation juga bisa berkembang pesat dan mendapat keuntungan dari pasar indonesia.
"Menurut saya, cabut saja bantuan kepada perusahaan besar itu. Untuk apa, nggak ada gunanya," kata politisi PKB ini.
Sementara itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril menjelaskan, pembiayaan POP dapat dilakukan secara mandiri oleh lembaga atau berbarengan dengan anggaran yang diberikan pemerintah.
"Organisasi dapat menanggung penuh atau sebagian biaya program yang diajukan," kata Iwan di Jakarta, Kamis (23/7/2020).
Kemendikbud tetap melakukan pengukuran keberhasilan program melalui asesmen dengan tiga instrumen. Pertama, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter (SD/SMP). Kedua, instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak (PAUD). Ketiga, pengukuran peningkatan motivasi, pengetahuan, dan praktik mengajar guru dan kepala sekolah.
Tak hanya itu, proses seleksi yayasan atau organisasi yang memilih skema pembiayaan mandiri dan matching fund juga dilakukan dengan kriteria yang sama dengan para peserta lain yang menerima anggaran negara. "Dengan menggandeng organisasi atau yayasan yang fokus di bidang pendidikan, Kemendikbud ingin meningkatkan kontribusi finansial di bidang yang menyentuh seluruh masyarakat Indonesia,"” kata Iwan.
Direktur Komunikasi Tanoto Foundation, Haviez Gautama bilang, mereka merupakan salah satu organisasi penggerak yang menggunakan pembiayaan mandiri. Tanoto Foundation memiliki Program Pintar Penggerak yang diajukan dalam POP.
Program tersebut akan didanai mandiri oleh yayasan dengan nilai investasi lebih dari Rp 50 miliar untuk periode dua tahun (2020-2022).
"Salah satu misi Tanoto Foundation bekerja sama dengan pemerintah melalui POP Kemendikbud adalah mendorong percepatan peringkat global pendidikan Indonesia," kata Haviez.
saat ini, peringkat pendidikan Indonesia masih rendah. Berdasarkan skor PISA, dari 72 negara, Indonesia berada di ranking tiga terbawah.
Sementara itu, Head of Marketing & Communications Yayasan Putera Sampoerna, Ria Sutrisno, menjelaskan mereka bersama-sama dengan mitra dalam dan luar negeri mendukung program POP (di luar APBN) menggunakan skema matching fund dengan nilai hampir Rp 70 miliar untuk mendukung program peningkatan kualitas guru dan ekosistem pendidikan dan Rp 90 miliar untuk mendukung program peningkatan akses pendidikan.
"Ini bukan CSR. Kami adalah yayasan yang fokus kepada peningkatan kualitas pendidikan. Kami memilih skema partnership dengan berbagai pihak sebagai wujud komitmen kolaborasi dalam memajukan pendidikan nasional," kata Ria Sutrisno.