Fenomena 'Sewa Perahu' Cari Penantang Gibran-Teguh di Pilkada Solo
ERA.id - Pakar hukum tata negara, Refly Harun menanggapi adanya tawaran pada DPP PSI Solo sebesar Rp1 Miliar untuk mendukung lawan dari Gibran Rakabuming dan Teguh Prakosa di Pilkada Solo. Ia menyebut hal tersebut sebagai candidacy buying atau sewa perahu.
"Itu menurut UU Pilkada berbuah hukum. Bagi partai yang menerima akan dihukum tidak boleh mencalonkan untuk pilkada berikutnya, bagi calon yang memberikan baik langsung atau melalui orang lain akan didiskualifikasi," kata Refly melalui Youtube Refly Harun, Jumat (7/8/2020).
Ia menilai PSI tak mungkin lepas dukungan dari pemerintahan Jokowi. PSI menurutnya partai aneh, karena lahir dari rahim anak muda yang kritis. Tapi pendukung status quo.
"Ini yang aneh. Lalu kemudian mencari musuh di luar itu. Biasanya musuhnya khilafah, intoleransi," katanya.
Terkait tawaran Rp1 Miliar tersebut, ia menilai candidacy buying tak dianggap sebagai sebuah kejahatan atau pidana pilkada. Bahkan dianggap hal yang biasa saja.
"Bahkan DPD PSI Solo mengatakan sebuah kehormatan harga PSI hampir 1 miliar. Kok cara berpikirnya gini ya. Padahal, undang-undang jelas mengatakan tidak boleh menerima uang dari calon secara langsung atau cukongnya. Kalau terbukti dengan proses hukum maka partai tak bisa mencalonkan dihukum tak bisa mencalonkan," kata Refly.
Ia menambahkan harusnya ambang batas pencalonan dihapuskan. Sebab ambang batas ini menjadi sebab partai perlu dibeli. Karena kursi partai cukup mencalonkan seseorang.
"Misalnya di Solo, PKS ingin sekali mengusulkan penantang Gibran. Karena PKS partai yang paling berani dan terang-terangan menyatakan oposisi," kata Refly.
"Masalahnya adalah ketika semua partai, mengendorse pemerintahan, hanya ada satu partai yang terlihat konsisten menjadi oposisi, terjepit di pilkada kalau tak punya kursi signifikan, tak bisa mengusung calon sendiri," kata Refly.