IDI Sebut 117 Dokter Indonesia Meninggal Akibat COVID-19, Tertinggi di Asia
ERA.id - Jumlah kematian dokter dan tenaga kesehatan Indonesia akibat COVID-19 semakin meningkat tajam. Data yang dihimpun Tim Mitigasi PB IDI hingga 17 September 2020 pukul 14.00 WIB menyebutkan dalam kurun waktu 3 hari sejak data terakhir dirilis, dua dokter umum meninggal dunia. Hal ini menambah total 117 dokter Indonesia yang meninggal akibat terpapar COVID-19. Dua dokter tersebut berasal dari Jakarta dan Jatim
"Angka kematian dokter yang semakin cepat dan tajam ini menunjukkan masyarakat masih abai terhadap protokol kesehatan yang diserukan oleh para tenaga kesehatan dan pemerintah," kata dr Adib Khumaidi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/9/2020).
Ia memahami ada kebutuhan ekonomi yang juga perlu diperhatikan. Namun, ia meminta masyarakat sebagai garda terdepan dalam penanganan COVID-19 ini agar disiplin menerapkan protokol kesehatan dalam setiap aktifitas kesehariannya. Hal ini bukan hanya untuk keselamatan para tenaga kesehatan, namun juga keselamatan diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitar.
"Pandemi ini tidak akan pernah berakhir apabila tidak disertai peran serta semua elemen masyarakat . Dan hal ini tentunya juga akan berdampak negatif bukan hanya pada kesehatan namun juga ekonomi secara berkepanjangan," kata dr Adib.
Adib menyebutkan dengan jumlah dokter yang berguguran maka menjadi pekerjaan besar untuk tetap bisa memberikan proporsional dalam pelayanan kesehatan. Para tenaga kesehatan kini menjadi benteng terakhir dalam penanganan COVID-19.
"Indonesia bahkan belum mencapai puncak pandemi gelombang pertama pandemi ini dikarenakan ketidakdisiplinan protokol kesehatan yang masif. Apabila hal ini terus berlanjut, maka Indonesia akan menjadi episentrum COVID dunia, yang mana akan berdampak semakin buruk pada ekonomi dan kesehatan negara kita," katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Protokol Tim Mitigasi PB IDI, DR. Dr. Eka Ginanjar mengatakan jumlah kematian masyarakat dan tenaga kesehatan di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia. Padahal dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan dan perilaku 3M yaitu selalu 'Mengenakan Masker, Menjaga Jarak, dan rajin Mencuci Tangan dengan benar', maka tingkat penularan dan kematian di semua lapisan dapat ditekan sebagaimana halnya di negara lain.
"Studi ilmiah yang dipublikasikan di The Lancet menyebutkan bahwa penggunaan alat pelindung diri dalam protokol kesehatan sangat membantu mencegah penularan," katanya.
Dalam studi tersebut diungkapkan dengan Menjaga Jarak selama sekurangnya 1 (satu) meter, dapat mencegah penularan hingga 82 persen. Lalu penggunaan masker sesuai standar dapat mencegah penularan hingga 85 persen. Sementara itu, penggunaan face shield saja hanya mencegah hingga 78 persen. Namun akan lebih baik lagi apabila selain menggunakan masker juga sekaligus face shield.
"Kasus penularan yang terkontrol di masyarakat akan mengakibatkan kolapsnya sistem kesehatan yang ditandai dengan tingginya tenaga kesehatan yang terpapar COVID dan sulitnya mencari tempat perawatan. Akibatnya, korban pasien COVID meningkat dan disertai juga peningkatan angkat kematian pasien NON-COVID. Tugas kami, para tenaga kesehatan, tidak akan ada artinya tanpa peran serta masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan," tutup Eka.