RUU Ketahanan Keluarga, Atur Soal Seks Hingga Budaya Keluarga

ERA.id - Para pengusul Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga menjelaskan urgensi usulan mereka. RUU ini akan mengatur keluarga sebagai aset utama pembangunan nasional.

Pengusul RUU ini dari Fraksi PKS, Netty Prasetyani mengatakan, keluarga sebagai unit terkecil masyarakat perlu diatur sebagai salah satu aset utama dalam proses pembangunan nasional. Menurutnya, pemerintah harus melindungi keluarga dari kerentanan dan menjadikan keluarga sebagai basis pembuatan kebijakan publik.

"Kalau tiap keluarga mampu membangun imunitas, membangun antibodi, terhadap tiap peta jalan dan siklus ujian yang dihadapi, maka modal ketahanan keluarga itu yang akan jadi pilar ketahanan nasional," ujar Netty dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020).

Sementara pengusul lainnya, Ali Taher menjelaskan RUU Ketahanan Keluarga penting dibuat untuk menjembatani kesenjangan sosial masyarakat di desa dan kota. Kesenjangan itu, menurut Ali Taher menimbulkan enam persoalan mendasar, yaitu pengangguran, kemiskinan, disorganisasi keluarga, kriminalisasi, seks bebas, dan narkoba. Hal tersebut yang akhirnya mempengaruhi ketahanan keluarga.

"Pengaruh globalisasi dan perkembangan di bidang sosial, ekonomi, dan budaya serta teknologi informasi telah menyebabkan pergeseran nilai-nilai budaya bangsa dan ketahanan keluarga, sehingga dibutuhkan kebijakan ketahanan keluarga yang berpihak pada kepentingan keluarga dan memberikan perlindungan terhadap seluruh keluarga," kata Ali.

Sedangkan pengusul dari Fraksi PKS lainnya, Ledia Hanifa menilai RUU Ketahanan Keluarga perlu disahkan karena kelemahan pembangunan di Indonesia saat ini tidak menjadikan keluarga sebagai bagian utama dan sentral dalam tahapan pembangunan bangsa.

Buktinya, kata Ledia, tidak adanya lembaga khusus yang mengemban program ketahanan keluarga. Kemudian, sejumlah kebijakan bertentangan satu sama lain, sehingga merugikan dan menghambat perkembangan keluarga.

"Program yang ada masih menangani keluarga secara parsial, dan hanya menyasar segmen tertentu dari keluarga, yaitu keluarga miskin atau keluarga peserta program KB. Padahal permasalahan ketahanan keluarga tidak ekslusif seperti itu," paparnya.

RUU Ketahanan Keluarga sempat menjadi polemik setelah disahkan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Rapat harmonisasi RUU tersebut pernah dilakukan pada 13 Februari 2020.

RUU ini mendapat kritikan karena dianggap terlalu mencampuri urusan privat warga negara. Beberapa pasal yang menjadi sorotan publik antara lain mengatur soal kewajiban istri, melarang donor sperma dan ovum, melarang sewa rahim atau surogasi, hingga wajib melaporkan adanya penyimpangan seksual seperti LGBT dan penyimpangan aktivitas seksual seperti BDSM di dalam keluarga.

Saat itu, diketahui pengusulnya adalah anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, anggota Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher. Namun, belakangan anggota Fraksi Golkar menarik dukungan.