Untuk Menguji Vaksin, 2.000 Volunter Bersedia 'Pasang Badan' dan Disuntik Virus COVID-19
ERA.id - Dua ribu volunter di Inggris bersedia jadi "kelinci percobaan" produk vaksin dan obat COVID-19. Khasiat vaksin akan diukur dengan metode yang belum pernah dilakukan sebelumnya, yaitu mereka akan disuntik virus SARS-CoV-2 yang masih hidup.
Seperti dirilis koran Financial Times, penelitian yang didanai pemerintah Inggris ini kabarnya akan diumumkan pekan depan. Namun, prosesnya baru akan dimulai di London pada bulan Januari 2021.
Proyek akan dipimpin oleh Imperial College London, sementara teknis penelitian akan dijalankan kelompok hVivo dari Queen Mary University of London, yang awal tahun ini telah dibeli oleh organisasi farmasi Open Orphan yang berpusat di Dublin, Irlandia.
Volunter yang mendapat suntikan virus COVID-19 nantinya akan dimonitor dan daikarantina secara ketat selama satu bulan.
Penyuntikan virus SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, akan didahului dengan pemberian suatu produk vaksin COVID-19. Saat ini ada 300 produk vaksin yang sedang diteliti, dan 9 produk tengah menjalani uji klinis fase 3 dalam skala besar. Penelitian ini akan mencoba mencari tahu produk vaksin manakah yang paling manjur dalam melindungi sekelompok orang dari infeksi COVID-19.
Proyek penelitian bernama 1Day Sooner ini telah menerima 2.000 volunter dari warga Inggris. Kesemuanya berbadan sehat, sehingga resiko mereka dari infeksi COVID-19 relatif kecil.
Seperti dilansir oleh koran The Guardian, dalam sejarah dunia medis, penelitian uji obat langsung kepada manusia, atau disebut "human challenge", bisa dikatakan memberi hasil yang memuaskan. Pada akhir abad ke-18, seorang dokter bernama Edward Jenner menggunakan teknik ini ketika menyuntikkan virus cacar sapi (cowpox) ke seorang anak berusia 8 tahun. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan menyuntikkan virus cacar ke anak yang sama sebagai pengujian kekebalan tubuh.
Metode yang sama juga pernah dilakukan dalam uji vaksin tipus, kolera, dan malaria.
Profesor Peter Horby, kepala lembaga konsul New and Emerging Respiratory Virus Threats Advisory Group (Nervtag) dan juga kepala uji obat COVID-19 di Universitas Oxford, mengatakan bahwa penelitian 1Day Sooner akan "memajukan ilmu pengetahuan dan membantu kita memahami penyakit COVID-19."
Kepada BBC Radio 4 dia mengatakan bahwa penelitian ini tidak hanya membuat dunia medis bisa meneliti vaksin yang manjur, namun, juga memahami bagaimana sistem kekebalan tubuh manusia bekerja terhadap virus COVID-19.