Masker Kain Label SNI Bakal Diberlakukan
ERA.id - Pemerintah bakal memberlakukan label Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk masker kain. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, saat ini sedang melakukan langkah perumusan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) masker kain.
Agus mengatakan, di tengah pandemi COVID-19 ini, masker berbahan kain merupakan salah satu alternatif yang bisa digunakan masyarakat, terutama saat masker medis terbatas jumlahnya dan peruntukannya diprioritaskan bagi tenaga kesehatan.
"Ini dalam rangka perlindungan masyarakat dan menjaga kualitas masker dari kain," ujar Agus dalam keterangannya, Senin (28/9/2020).
Melalui Komite Teknis SNI 59-01, kata Agus, Tekstil dan Produk Tekstil mengalokasikan anggaran untuk menetapkan RSNI masker dari kain dengan melibatkan seluruh pihak-pihak terkait. Misalnya seperti akademisi, peneliti, laboratorium uji, Satuan Tugas Penanganan COVID-19, dan industri produsen masker kain dalam negeri.
Lebih lanjut, Agus mengatakan, Pada 16 September 2020, SNI yang disusun Kemenperin telah mendapatkan penetapan Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil-Masker dari kain melalui Keputusan Kepala BSN Nomor Nomor 408/KEP/BSN/9/2020.
"Penetapan SNI ini sejak diusulkan dalam Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) sampai ditetapkan memakan waktu tidak sampai 5 Bulan, mengingat SNI ini merupakan kepentingan nasional dan kebutuhan yang mendesak," papar Agus.
Dalam SNI 8914:2020, masker dari kain diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu Tipe A untuk penggunaan umum, Tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri, dan Tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel.
Ia menjelaskan SNI tersebut mengatur beberapa parameter krusial sebagai proteksi. Antara lain daya tembus udara bagi Tipe A di ambang 15-65 cm3/cm2/detik, daya serap sebesar lebih kecil 60 detik untuk semua tipe, dan kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/kg untuk semua tipe. Kemudian, ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam dan basa, serta saliva.
SNI 8914:2020 juga menetapkan kadar logam terekstraksi maksimum, ketahanan terhadap pembahasan permukaan minimum melalui uji siram, kadar PFOS dan PFOA pada masker kain yang menggunakan anti air, serta nilai aktivitas antibakteri minimum pada masker kain yang menggunakan antibakteri.
SNI ini, kata Agus, akan menjadi pedoman bagi industri dalam negeri yang menentukan capaian minimum kualitas hasil produksinya sekaligus menjadi standar minimum bagi produk impor.
"Dengan standar mutu dan pengujian yang jelas serta prosedur pemakaian, perawatan dan pencucian yang termuat dalam SNI masker dari kain ini, masyarakat dapat lebih terlindungi sekaligus membantu memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19," kata Agus.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (Dirjen IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam menamnahkan, SNI tersebut mempersyaratkan masker harus memiliki minimal dua lapis kain. Kombinasi bahan yang paling efektif digunakan, menurut Khayam adalah kain dari serat alam seperti katun, ditambah dua lapisan kain chiffon mengandung polyester-spandex yang mampu menyaring 80-99 persen partikel, tergantung pada ukuran partikelnya.
"Cara pemakaian, perawatan pencucian, melepaskan masker kain dan hal-hal lain yang diperlukan dalam penggunaan masker kain juga diinformasikan dalam SNI ini," papar Khayam.
Lebih lanjut, kata Khayam, SNI 8914:2020 menyebutkan bahwa masker dari kain dapat digunakan dalam aktivitas di luar rumah, atau saat berada di ruangan tertutup seperti kantor, pabrik, tempat perbelanjaan, maupun transportasi umum.