IAS Juluki Danny "Pelupa" di Pilkada Makassar 2020
ERA.id - Mantan Wali Kota Makassar dua periode, Ilham Arief Sirajuddin (IAS) atau yang akrab disapa Aco, membicarakan Danny, setelah Danny mengaku bahwa IAS tidak mendukungnya maju dalam Pilkada Makassar 2013 lalu sebelum surveinya kian hari kian tinggi.
Hal itu ia sampaikan dalam Youtube channel Rijal Djamal. Di sana, IAS menjuluki Moh Ramdhan "Danny" Pomanto sebagai pelupa. Bersama Rijal Djamal, ia tak membahas banyak soal Danny, lebih banyak membahas soal dirinya saat berada di lapas Sukamiskin dan sewaktu menjadi Wali Kota Makassar dua periode.
Sebelum itu, lewat rilis tim Deng Ical-Fadli Ananda (Dilan), IAS mengaku ingin sekali melupakan "kesalahan" mendukung Danny, namun besarnya desakan berbagai pihak untuk mengklarifikasi statement calon wali Kota Makassar 2020 itu, membuat ia memilih bersuara.
"Maaf, hal ini terpaksa saya harus jelaskan karena desakan banyak pihak kepada saya untuk menjelaskan yang sebenarnya kepada publik. Masyarakat tahu bahwa pernyataan DP tidak pernah dibantu oleh saya adalah sebuah kebohongan. Pesan saya pribadi kepada DP, hentikan selalu berbohong!" ucap IAS yang juga sebagai Tim Pemenangan Dilan.
Ada tiga poin utama yang ditanggapi IAS. Pertama, ia ingin melupakan apa yang sudah dilakukannya untuk DP. Hal ini masuk akal, sebab sudah menjadi rahasia umum di Makassar, kalau IAS adalah orang yang sukses mengampanyekan DP demi menjadi suksesornya yakni Wali Kota Makassar.
"Saya selalu ingin melupakan apa saja yang pernah saya lakukan untuk orang lain. Sebaliknya, dalam prinsip hidup saya, saya tidak terbiasa melupakan bantuan orang kepada saya."
"Tapi, masyarakat tentu tahu sendiri bagaimana sebenarnya kisah kemenangan DP bersama Deng Ical melawan kandidat lain di Pilwalkot 2014. Masyarakatlah yang lebih tahu. Kalau saya mudah lupa, masyarakat tentu tidak demikian. Sampai sekarang, masih banyak masyarakat yang selalu mengingatkan saya bahwa mereka menyesal membantu DP dan menyesalkan saya yang membawa DP kepada mereka untuk dipilih," jelas IAS melanjutkan.
Poin kedua adalah tabiat buruk DP. Setelah mengantar DP duduk di kursi 01 Makassar, IAS diketahui ditinggalkan, meski sudah berkawan selama kurang lebih 17 tahun. Dari situ, mantan Ketua Demokrat Sulsel itu akhirnya tahu dan paham sikap DP.
"Saya juga tidak perlu kaget jika DP di mana-mana tidak pernah mengakui bantuan dan sokongan saya pada perjuangannya menjadi wali kota dulu. Saya tahu dan paham bahwa inilah kebiasaannya."
"Teman-teman Nasdem pasti tidak lupa bagaimana obrolan DP dengan NH (Nurdin Halid) dan sejumlah orang Golkar dalam sebuah rekaman video, yang terang-terangan tidak pernah merasa dibantu oleh Nasdem sepanjang perjalanan kariernya sebagai wali kota. DP mengaku justru dirinyalah yang membesarkan Nasdem," sambung IAS.
Poin ketiga, IAS menyampaikan beberapa pesan kepada orang-orang yang kini membantu DP. Cepat atau lambat, apa yang dialaminya sangat mungkin terulang.
Seperti halnya Partai Demokrat yang jadi 'korban' di Pilwalkot 2018. Tampil mati-matian mendukung DP yang 'dikeroyok' paslon Appi-Cicu yang sebelumnya memborong parpol. Belakangan, Partai Demokrat malah dikhianati karena bergabung ke Nasdem.
"Saya ingin berpesan kepada orang-orang yang saat ini sedang membantu DP menjadi wali kota kedua kali. Bahwa, Anda tidak mungkin mengingkari tabiat dan kepribadian DP yang sangat mudah melupakan bantuan orang dan selalu menegaskan bantuan dirinya kepada orang lain. Hal yang saya alami, cepat atau lambat akan Anda alami. Bersiaplah untuk itu. Jika saya yang pernah bersahabat dengannya 17 tahun tidak pernah dianggap, bagaimana dengan Anda yang baru mengenalnya?" ucap IAS.
Lebih jauh, IAS juga menanggapi pernyataan DP yang mengklaim pembangunan monumental di eranya adalah jasanya. Tidak ditampiknya bahwa DP berkontribusi dalam rancangan. Toh, ia memang memilih DP sebagai arsitek pembangunan Kota Daeng di masa kepemimpinannya.
Namun, DP sebatas hebat sebagai arsitek, bukan wali kota. Buktinya, pertumbuhan ekonomi melambat dan tak ada bangunan monumental yang dibuatnya.
"Oh iya. Saya juga mendengar dalam wawancara DP dan Rijal Jamal bahwa DP mengaku semua karya pembangunan monumental di era saya itu karena jasanya (maksudnya DP berperan merancang pembangunannya). Itu memang benar. Saya meminta tolong kepadanya agar membantu saya merancangnya karena DP cukup bagus sebagai arsitektur. Tapi pertanyaan saya, kenapa saat menjabat sebagai penentu kebijakan, DP tidak membangun apapun kecuali membenahi lorong dan mengklaimnya sebagai Lorong Nasdem?"
"Jawabannya hanya satu menurut saya. DP memang lebih hebat jika menjadi arsitek dibanding menjadi wali kota. Cocok hanya sebagai arsitek. Supaya dia lebih berjasa dan bisa berkarya, maka cocoknya menjadi teman wali kota yang bisa mengeksekusi pembangunan monumental," tandas IAS.