Pesangon Dalam RUU Cipta Kerja Dikritik, Buruh Ancam Mogok Kerja Nasional

ERA.id - Kelompok buruh mengancam akan menggelar aksi mogok kerja nasional seiring dengan keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah membawa Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker) ke tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, ada 32 federasi serikat buruh lainnya akan menggelar aksi mogok nasional pada tanggal 6 sampai 8 Oktober 2020

"Sabtu (3/10) sudah diputuskan oleh pemerintah dan DPR RI untuk dibawa kedalam rapat paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi undang-undang, maka 32 federasi serikat buruh lainnya menyatakan Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan akan mogok nasional," kata Said melaui keterangan tertulisnya, Senin (5/10/2020).

Salah satu alasan kelompok buruh menolak pengesahan RUU Ciptaker dan menggelar aksi mogok nasional karena dipangkasnya upah pesangon dari 32 kali upah, menjadi 25 kali upah.

"Buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan," tegasnya.

Said menilai, skema baru 25 kali upah yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal. Karena tanpa membayar iuran, BPJS membayar pesangon buruh 6 bulan.

Sehingga, menurutnya, bisa dipastikan BPJS Ketenagakerjaan akan bangkrut atau tidak akan berkelanjutan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) Pesangon dengan mengikuti skema baru.

"Atau dengan kata lain dibuat aturan baru skema pesangon untuk tidak bisa dilaksanakan di lapangan," katanya.

Skema Pesangon Berubah pada Detik Terakhir

Pemerintah mengubah skema pesangon bagi pekerja diubah dan disetujui Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Perubahan skema pesangon diputuskan pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di detik terakhir sebelum pengambilan keputusan tingkat I

Adapun usulan skema baru pesangon itu disampaikan pemerintah saat pembahasan RUU Ciptaker dalam rapat tim perumus (timus) tim sinkronisasi (timsin), Sabtu (3/10/2020).

Pemerintah yang diwakili Staf Ahli Kemenko Perekonomian Elen Setiadi dan Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengusulkan, perubahan besaran dan skema pesangon pekerja diubah menjadi 19 kali upah ditambah 6 kali jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), sehingga totalnya menjadi 25 kali upah.

Sebelumnya, Panitia Kerja RUU Cipta Kerja telah menyepakati besaran pesangon sebesar 32 kali upah dengan skema 23 kali ditanggung pengusaha dan 9 kali ditanggung pemerintah melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

"Dalam perkembangan dan memperhatikan kondisi saat ini, terutama dampak pandemi (COVID-19), maka beban tersebut diperhitungkan ulang. Penghitungannya adalah sebagai berikut, yang menjadi beban pelaku usaha atau pemberi kerja maksimal 19 kali gaji ditambah dengan JKP sebanyak 6 kali," kata Elen.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebelumnya memberikan jaminan pesangon PHK sebesar 32 kali gaji. Namun menurut Elen, hanya 7 persen pengusaha saja yang mampu membayarkan pesangon sesuai aturan kepada pekerjanya yang di-PHK.

Selain itu, Elen berdalih besaran pesangon pekerja di Indonesia terbilang besar jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya seperti Vietnam dan Malaysia. Akibatnya, kata dia, investor berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia.

Maka dari itu, Elen berdalih perubahan besaran pesangon dalam klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja ini demi memberikan kepastian hukum bagi buruh yang di-PHK. Kata dia, pengusaha bisa membayarkan pesangon meski jumlahnya tak terlampau besar.

"Selama ini memang betul jumlahnya secara nominal tinggi, faktanya tidak banyak yang bisa berikan pesangon dengan jumlah setinggi itu," ujar Elen.

Atas usualan tersebut, beberapa fraksi awalnya kurang sepakat. Namun, saat pengambilan keputusan tingkat I, hanya fraksi Demokrat dan PKS berkukuh besaran pesangon seharusnya tetap 32 kali gaji seperti yang sudah diputuskan sebelumnya.

"Nilai maksimal pesangon itu semestinya tidak menjadi momok bagi pengusaha. menimbulkan kerugian terhap tenaga kerja atau buruh melalui perubahan beberapa ketentuan yang lebih menguntungkan pengusaha," papar anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa.