Buku Kajian Astrologi dan Astronomi Suku Bugis-Makassar Segera Diluncurkan

ERA.id - Seorang lelaki berdarah Bugis, yang besar di Kalimantan dan di tanah Jawa, serta mencintai budaya Sulawesi Selatan, beberapa waktu berbincang dengan era.id. Ia berujar tentang buku yang akan segera diterbitkannya bersama kawannya.

Namanya Nor Sidin dan akrab disapa Ambo Upe (41). Dalam waktu dekat tepat pada 19 Oktober sesuai Hari Jadi Sulsel, akan meluncurkan buku tentang sistem penanggalan masyarakat Sulawesi Selatan berdasarkan naskah lontara, Bilang Taung, kedua yaitu Astrologi Bugis Makassar.

Lelaki kelahiran 27 Agustus 1979 ini, sungguh sudah melakukan riset panjang soal naskah kuno orang Sulawesi Selatan tersebut. Penulis yang datang ke rumahnya di bilang Jakarta Timur, bahkan dijelaskan soal naskah-naskah kuno ihwal Bugis-Makassar.

Untuk Bilang Taung sendiri, Nor Sidin meriset selama 6 bulan. Buku kedua di bulan Maret 2020 selama 6 bulan juga. Rujukan yang dipakai adalah menggunakan naskah-naskah lontara.

Di dalam penggarapan kedua buku Noor Sidin atau akrab disapa Ambo Uphe ini, dibantu oleh Dr. Muhlis Hadrawi, Kepala Jurusan Sastra Unhas dan Sapri Pamulu P.hD yang juga tokoh pemerhati sejarah dan budaya Sulsel.

Nor Sidin serta tim penulis saat mengunjungi Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah

Di bawah ini hasil wawancara era.id (E) dengan Nor Sidin (N).

E: Berapa judul buku yang akan Anda terbitkan dalam waktu dekat? Lalu apa saja yang mendasari semangat Anda untuk tetap konsisten mengulas dan membahas budaya di Sulsel?

N: Dua buku. Buku pertama bertema astrologi berjudul Astrologi Bugis Makassar dan buku kedua adalah tema astronomi yang berjudul Bilang Taung. Semangat saya adalah sebagai orang yang besar di perantauan yang ingin kembali mengenal jati dirinya.

E: Setelah bertemu Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, apa kesepakatan yang Anda setujui, yang akhirnya membuat Anda bekerja sama dengan Pemprov Sulsel?

N: Pak Gubernur sangat mengaprosiasi tentang kedua buku itu. Pak Gubernur yang pernah lama tinggal di Jepang melihat bahwa orang-orang Jepang masih mempertahankan sistem penanggalan mereka dengan kemajuan dunia teknologinya.

Sehingga, dengan munculnya kembali sistem penanggalan ini, menjadikan bahwa peradaban masyarakat Sulawesi Selatan salah satu peradaban yang tinggi di dunia pengetahuan astronomi.

E: Dalam buku itu, apa sih kesulitannya? Anda bisa jelaskan garis besar soal Bilang Taung? Dan kenapa Anda harus menyarankan orang untuk membaca buku itu. Tabe'

N: Yang paling tersulit adalah, pengumpulan informasi karena khusus untuk Bilang Taung, bisa dikatakan sudah punah, untuk kembali merajut sistem penanggalan masyarakat Sulawesi Selatan adalah murni melalui naskah-naskah lontara dibantu para penerjemah dari kalangan tetua di masyarakat.

Bilang Taung mengupas sistem penanggalan masyarakat Sulawesi Selatan, sebelum masuknya Islam dan bangsa Eropa. Dalam sistem penanggalan tersebut, kembali muncul kearifan lokal masyarakat Sulawesi selatan yang mampu bersinergi dengan alam. Baik yang berdampak dari segi ekonomi dan politiknya.

Saya sarankan wajib dibaca karena pembahasan ini tidak pernah diangkat oleh penulis mana pun dan bisa dikatakan telah punah. Sehingga mengapa terbit sekaligus dua buku, karena pada buku pertama dikupas hampir 15 naskah lontara tentang astrologi. Di mana yang terjadi adalah penggabungan pengetahuan antara astronomi dan astrologi.

E: Setelah buku ini, akan ada rencana menerbitkan buku lagi?

N: Setelah dua buku ini, kita akan kolaborasi untuk menulis sejarah 5 Opu (Luwu).