Utang Luar Negeri Indonesia Terbesar ke-7 di Dunia, Kenapa Kemenkeu Sebut Masih Aman?
ERA.id - Bank Dunia lewat laman resminya telah merilis laporan International Debt Statistics 2021 atau Statistik Utang Internasional 2021. Dalam laporan tersebut, Indonesia masuk ke dalam 10 negara dengan pendapat kecil-menengah yang memiliki utang terbanyak.
Indonesia memiliki jumlah utang luar negeri sebesar 402,08 miliar dollar AS atau sekitar Rp 5.940 triliun (kurs Rp14.775) di tahun 2019. Hal ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-7 dari 10 negara berpendapatan rendah hingga menengah yang memiliki utang luar negeri tertinggi.
Adapun negara dengan kategori berpendapatan rendah menengah dan utang luar negeri yang tertinggi diduduki China sebanyak 2,1 triliun dollar AS, Brazil 569,39 miliar dollar AS, India 560,03 miliar dollar AS, Rusia 490,72 miliar dollar AS, Meksiko 469,72 miliar dollar AS, dan Turki 440,78 miliar dollar AS. Urutan berikutnya Indonesia, Argentina, Afrika Selatan, dan Thailand.
Terkait hal ini, Staf khusus Menteri Keuangan untuk Bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin, menyatakan utang Pemerintah Indonesia masih aman dan terjaga. Sebab data ini adalah data utang luar negeri total, termasuk swasta.
"Kalau melihat dari sisi porsi utang pemerintah saja, dalam jangka panjang risiko fiskal kita masih terjaga karena beberapa alasan," kata Masyita dalam keterangannya, Rabu (14/10/2020).
Ia menjelaskan alasan pertama, porsi utang valas (29 persen per 31 Agustus 2020) masih terjaga, sehingga resiko nilai tukar lebih bisa dikelola dengan baik (manageable). Kedua, profil jatuh tempo utang Indonesia juga cukup aman dengan average time maturity atau ATM 8,6 tahun (per Augstus 2020) dari 8.4 tahun dan 8,5 tahun di tahun 2018 dan 2019. Rata-rata utang Pemerintah merupakan utang jangka panjang," ungkap Masyita.
Masyita juga menyampaikan beberapa strategi Pemerintah untuk mengelola utangnya. Misalnya untuk memitigasi risiko fiskal, terutama pada portofolio utang, pemerintah juga melakukan strategi aktif meliputi buyback, debt switch, dan konversi pinjaman.
"Selain itu, secara umum tetap dilakukan manajemen yang baik terhadap waktu jatuh tempo dan pendalaman pasar keuangan," tambahnya.
Pemerintah juga tengah giat menggarap pasar domestik yang menyasar investor retail dari rakyat Indonesia sendiri. Di antaranya dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) ritel, pengembangan instrumen dan infrastruktur pasar SBN. Ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri.
Selain itu, kebijakan pemerintah yang tengah melakukan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk memperkecil dampak ekonomi dari pandemi COVID-19 disambut positif investor global. Masyita yakin tingkat kepercayaan investor kepada Indonesia juga masih cukup tinggi.
"Tak hanya investor global, investor dalam negeri juga giat untuk berinvestasi. Dana pihak ketiga di sektor perbankan juga masih besar," katanya.
Ia menyebutkan data Bank Indonesia memperlihatkan, jumlah dana nasabah yang tersimpan di perbankan nilainya sangat besar. Hingga Agustus 2020, dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp 6.228,1 triliun. Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), jumlah masyarakat dengan simpanan di atas Rp5 miliar terus meningkat.
"Sementara untuk masyarakat dengan simpanan di bawah Rp100 juta, pertumbuhannya paling kecil dibandingkan nominal simpanan lainnya," katanya.