Kisruh UU Cipta Kerja Akibat Jokowi Minta Cepat dan Pembahasan Serampangan
ERA.id - Kisruh Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) tak hanya menyoal substansi yang dianggap kontroversial, tapi juga polemik penyusunan naskah UU sapu jagat tersebut.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PKS Mulyanto menyebut kekisruhan tersebut berawal dari permintaan Presiden Joko Widodo agar pembahasan UU Cipta Kerja dikebut. Akibatnya, setelah pengesahan UU Cipta Kerja dalam rapat paripurna 5 Oktober lalu timbul persoalan seperti gonta ganti jumlah halaman naskah dan teranyar soal pasal 46 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) yang dihapus dalam naskah versi 1.187 halaman.
"Rupanya kerja cepat, yang diperintahkan Presiden, praktek di lapangannya berubah menjadi kerja serampangan alias ugal-ugalan," tegas Mulyanto melalui keterangan tertulisnya, Senin (26/10/2020).
Mulyanto membeberkan, Presiden Jokowi meminta pembahasan Rancangan UU (RUU) Cipta Kerja dipercepat saat menghadiri Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di awal Januari 2020. Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi mengatakan RUU Cipta Kerja perlu dipercepat agar pemerintah bisa melakukan reformasi di bidang perizinan. Apalagi, banyak izin-izin yang tumpang tindih antara pusat dan daerah, baik di provinsi, kabupaten, dan kota.
Lebih lanjut presiden mengatakan omnibus law perlu dibuat agar Indonesia bisa mengantisipasi dampak perkembangan ekonomi nasional maupun global.
"Jadi kalau ditanya siapa yang memerintahkan agar RUU Ciptaker ini dikerjakan dengan cepat? Ya presiden sendiri. Dalam beberapa kali kesempatan presiden menyatakan itu," kata Mulyanto.
Bahkan, dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di atas, Presiden Jokowi menegaskan, bahwa Presiden akan angkat dua jempol kalau DPR bisa menyelesaikan RUU Ciptaker dalam 100 hari. Menurut Jokowi pada saat itu, bukan hanya dirinya, tetapi juga semua pihak akan mengacungkan jempol jika RUU Ciptaker itu bisa diselesaikan dalam 100 hari.
"Hal tersebut sekali lagi dikuatkan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas mengenai RUU Ciptaker di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat, 27 Desember 2019, bahwa Presiden ingin kerja cepat, terkait penyelesaian RUU ini," papar Mulyanto.
Padahal, kata Mulyanto, saat awal pembahasan RUU Cipta Kerja ini, Indonesia baru saja memasuki masa pandemi COVID-19. Pembahasannya pun menerapkan protokol COVID-19, dengan membatasi peserta rapat untuk hadir fisik. Sehingga kebanyakan anggota Panitia Kerja (Panja) hadir secara virtual dengan segala keterbatasan saat pembahasannya.
"Sebenarnya RUU Ciptaker ini tidak ada hubungannya dengan pandemi COVID-19, karena memang RUU ini sudah dirancang jauh-jauh hari sebelum musibah Korona itu datang. Dengan demikian, maka semestinya pembahasan RUU Ciptaker ini tidak harus tergesa-gesa, kejar tayang, menabrak hari libur, waktu reses," kata Mulyanto.
"Sayangnya kerja cepat yang dimaksud diterjemahkan para pembantu Presiden menjadi kerja asal cepat, meski serampangan atau ugal-ugalan," tandasnya.