Epidemiolog: RI Belum Selesai Gelombang Pertama COVID-19
ERA.id - Presiden Joko Widodo mewanti-wanti agar Indonesia waspada gelombang kedua COVID-19 seperti yang terjadi di Eropa.
Namun, ahli Epidemiologi melihat gelombang pertama di Indonesia belum usai.
"Di Indonesia gelombang pertama belum selesai, bagaimana bisa gelombang kedua?" kata epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeresitas Indonesia (FKM UI), Tri Yunis Miko Wahyono, saat dikonfirmasi, Selasa (3/11/2020).
Ia meminta pemerintah jangan dulu memikirkan gelombang kedua pandemi corona, tapi lebih fokus untuk bagaimana bisa menurunkan angka kasus di provinsi dengan kasus tertinggi.
"Yang harus diperhatikan adalah bagaimana angkanya bisa turun di provinsi dengan angka yang tinggi," sambung Miko.
Lalu apa indikator suatu negara masuk ke dalam gelombang kedua COVID-19? Miko menjelaskan ada beberapa indikator, salah satunya adalah jika angka penularan corona mulai landai, tapi tiba-tiba melonjak lagi di kemudian hari.
"Jadi apabila gelombang pertama sudah menurun dan terjadi kondisi konstan selama dua pekan, kemudian timbul lonjakan kasus COVID-19 lagi, maka itu berarti gelombang kedua," kata Miko.
Ia juga menepis klaim pemerintah soal tingkat positivitas (positivity rate) sebagai salah satu yang terendah di dunia. Ia melihat kasus aktif COVID-19 di Indonesia masih cukup tinggi.
Sebelumnya, Jokowi meminta semua pihak untuk tetap waspada.
"Yang berkaitan dengan COVID, saya ingin menekankan sekali lagi hati-hati karena ini di Eropa muncul gelombang kedua yang naiknya sangat drastis sekali. Jadi jangan sampai kita teledor, jangan kita kehilangan kewaspadaan sehingga kejadian itu terjadi di negara kita," kata Jokowi saat menyampaikan arahan dalam sidang kabinet paripurna seperti ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Senin (2/11).
Jokowi juga menyampaikan mengenai rata-rata kasus Corona di Indonesia yang berada di bawah rata-rata dunia. Jokowi berharap kasus positif Corona di Indonesia bisa terus ditekan.
"Kita memiliki kasus aktif sebesar 13,78 persen, rata-rata dunia kasus aktif dunia 25,22 persen. Ini yang terus harus tekan, sehingga angka 13,78 persen ini bisa kita perkecil lagi. Kemudian juga tingkat kesembuhan yang semakin baik kita sekarang di angka 82,84 persen, rata-rata dunia 72 persen, jadi angka kesembuhan kita lebih ini juga agar diperbaiki lagi," ujar dia.