Merawat Nilai Ttradisi dalam Bisnis Dodol Ranggi
ERA.id - Menempati sebuah bangunan berdinding kayu yang dicat warni-warni, Nur Alpeni bersama tujuh orang pekerja yang seluruhnya perempuan ramah menerima setiap tamu yang berkunjung.
Senyum selalu mengembang saat melayani setiap tamu yang datang di rumah pelangi "Dodol Ranggi", yang berlokasi di taman bermain Desa Ranggiasam, Jebus, Kabupaten Bangka Barat.
Menempati bangunan berdinding papan kayu, delapan perempuan yang seluruhnya warga Desa Ranggiasam, setiap hari beraktivitas penuh dari pagi hingga sore hari memasak dodol berbahan beras ketan.
"Saat ini kami memroduksi sekitar 10 kilogram per hari, dijual dengan menitip di beberapa toko yang ada di Jebus dan Parittiga," kata Nur Alpeni.
Ia mengatakan, masih fokus pada produksi dodol original berbahan baku beras ketan dan gula aren, namun tidak menutup kemungkinan menambah varian rasa sesuai musim buah.
"Pada saat musim durian kami biasanya menambah varian rasa raja buah tersebut, kami juga pernah mencoba rasa kacang hijau, namun kurang laku dan tidak awet," ujarnya.
Untuk dodol original, kata dia, masa kedaluwarsa produk yang sudah dikemas bisa mencapai tiga hingga empat bulan, meskipun tanpa bahan pengawet.
"Proses memasak bahan baku alami dengan cara tradisional menjadi salah satu resep makanan ini tahan lama," katanya.
Menjaga warisan
Dodol merupakan makanan khas yang biasa disajikan saat dilaksanakan pesta adat sunatan massal di Desa Ranggi.
Untuk pelengkap prosesi sunatan massal, dodol dan lepet merupakan dua makanan wajib, sebagai simbol perekat silaturahim antarwarga dan kepatuhan anak yang disunat terhadap orang tua.
"Dahulu hanya pada saat sunatan massal kita bisa makan dodol," katanya.
Seiring waktu berjalan, banyak warga yang rindu untuk mencicip makanan khas tersebut dan peluang itu dimanfaatkan Nur untuk mulai merintis bisnis.
"Sejak 2017 dengan memroduksi dalam jumlah terbatas sesuai dengan pesanan. Waktu itu saya hanya coba-coba melayani pesanan kerabat dan orang yang saya kenal, namun mereka bilang dodol yang saya buat rasanya pas, seperti dodol yang biasa disajikan pada tradisi sunatan massal," katanya.
Berawal dari situ Nur membulatkan tekad untuk serius berbisnis menekuni keterampilan memasak dodol yang didapat dari orang tua dan neneknya yang sudah cukup terkenal sebagai pembuat dodol legit.
Bahkan sejak setahun terakhir, dirinya sudah mulai fokus dalam bisnis itu dan memberanikan diri untuk memberi merk pada produknya dengan nama Dodol Ranggi, kegigihan itu membuahkan hasil dan mulai dilirik pemerintah desa setempat untuk dijadikan salah satu produk unggulan desa.
Sejak saat itu lokasi usaha dipindah dari rumah ke Rumah Pelangi BUMDes Ranggi yang ditempati saat ini, bahkan untuk berbagai perizinan sudah dilakukan, seperti PIRT, izin usaha dan lainnya, tinggal menunggu proses audit sertifikat halal.
Dodol Ranggi dijual dengan harga Rp25.000 per kotak berisi 250 gram.
"Bisnis ini merupakan salah satu bentuk komitmen kami dalam menjaga warisan leluhur, salah satunya makanan tradisional khas Ranggi ini bisa tetap lestari, bahkan semakin dikenal di luar daerah," katanya.