Perusahaan Ojek Online Harus Lebih Selektif

Jakarta, era.id - Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono meminta perusahaan ojek online menyeleksi lebih ketat calon mitra pengemudinya. Dia menekan, perusahaan ojek online tidak menerima calon pengemudi di bawah umur. 

"Juga harus seleksi. Jangan ada yang di bawah umur. Perusahaan harus sensitif. Harus pantau kalau di bawah umur kan psikologinya masih labil," kata Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (2/3/2018).

Itu dia katakan setelah terjadi kasus main hakim sendiri yang dilakukan sejumlah pengemudi ojek online di underpass Pasar Senen, Jakarta Pusat, Rabu (28/2) malam.

Kasus tersebut berawal saat pengemudi ojek online berpapasan dengan mobil Nissan X-Trail yang dikemudikan Andrian Anton di Jalan Letjen Suprapto, Jakpus. Setelah papasan itu, keduanya mengalami cek-cok dan bersitegang mulai dari depan RS Islam Jakpus hingga lokasi kejadian.

Singkat cerita, ojek online yang ada di lokasi ikutan tersulit emosi. Buntutnya, pengemudi Nissan X-Trail menjadi bulan-bulanan pengendara ojek online lainnya yang lewat.

Akibat aksi main hakim sendiri itu, Andrian mengalami luka di tangan dan kepalanya memar. Ayah Andrian, Anton Leonard Ayal, yang berada di samping Andrian, juga mengalami luka di bibir sebelah kiri dan kepala sebelah kanan.

Tindakan main hakim sendiri seperti ini, kata Argo, tidak dibenarkan apapun alasannya. Dia meminta kepada ojek online yang menghadapi masalah di jalanan untuk melapor polisi.

"Kalau main hakim sendiri ada konsekuensi hukum jangan sampai menyesal. Kalau diproses hukum, dikurung, siapa yang hidupi keluarga," terangnya.

Kasus main hakim yang dilakukan ojek online beberapa kali terjadi. Dalam catatan yang ditelusuri era.id, aksi main hakim ini pernah bahkan menimbulkan kematian. Seperti yang terjadi di Sukabumi terhadap pengemudi taksi online, Mulud, pada Januari 2018; kemudian di Semarang terhadap taksi online, Deni Setiawan, pada Januari 2018; dan di Surabaya terhadap pengemudi taksi online, Ali Gufron, pada Desember 2017. Dari tiga kasus tadi, para tersangkanya sudah ditangkap dan siap disidangkan.

Untuk diketahui, pada 2017, ada 900.000 mitra yang bergabung dengan Gojek, 600.000 mitra yang bergabung dengan Uber dan sedangkan untuk  data mitra Grab sulit diketahui. Data terakhir mengatakan, mitra Grab pada 2016 mencapai 200.000 mitra. Pengemudi ojek online yang terdata itu tersebar di seluruh Indonesia.