China Larang 'Mukbang', Boros Makan Didenda Rp21,7 Juta

ERA.id - Perang yang dicanangkan Presiden Xi Jinping terhadap fenomena menggunungnya sisa makanan di China bakal makin gencar setelah komite hukum tertinggi China mengumpulkan draf undang-undang yang memasang denda besar pada perusahaan yang mempersilakan atau mempromosikan gaya makan yang boros.

Awal Agustus lalu, Jinping sempat menyatakan bahwa sampah sisa makanan di China menumpuk dalam jumlah yang 'mengejutkan'. Dalam pidatonya ia mengatakan bahwa "menyampah itu memalukan, bersikap hemat itu lebih bermartabat."

Lewat program "Operasi Piring Kosong", pejabat setempat lalu mulai banting tulang mengurangi jumlah sampah makanan sisa. Warung makan diminta membatasi jumlah piring yang disajikan, menjadi satu piring lebih sedikit dari jumlah orang yang makan. Tak ketinggalan, fenomena 'mukbang', di mana seseorang memvideo dirinya mencoba berbagai jenis makanan, juga ikut dilarang oleh pemerintah China.

Berdasarkan draf UU yang dikumpulkan ke Komite Penasihat Kongres Rakyat Nasional pada Selasa (22/12/2020), warung makan akan didenda bila mengecoh pelanggan "sehingga memesan makanan dalam jumlah terlalu banyak sehingga menimbulkan banyak sisa makanan." Pelanggaran atas pasal ini memicu peringatan dari pemerintah setempat serta denda hingga 10.000 yuan (Rp21,7 juta).

UU itu kelak juga memperbolehkan restoran menambah biaya bila pelanggan meninggalkan sisa makanan.

Broadcaster, baik dari TV, radio, atau daring, juga bisa dikenai denda jika mempublikasikan atau menyebarkan konten yang mendukung gaya hidup boros makanan. Bila hal ini dilanggar, perusahan tersebut bisa didenda hingga 100.000 yuan dan izin bisnisnya akan ditangguhkan sementara.

Laporan dari Akademi Ilmu Pengetahuan China pada tahun 2015 menyebutkan bahwa warga perkotaan, termasuk di Beijing dan Shanghai, menghasilkan 17-18 juta ton sisa makanan, atau cukup untuk memberi makan ke 30 hingga 50 juta orang, demikian dilaporkan The Guardian. Seperempat dari sampah makanan yang terkumpul itu berupa nasi atau mie, sementara 18 persen di antaranya berupa daging.

RUU makanan ini mendapat tanggapan beragam di media sosial China. Beberapa orang berpendapat aturan ini "berlebihan" dan sekadar mengikuti keinginan sang Presiden.

"Bisnis mana sih yang mau menghukum pelanggan mereka?" kata salah satu warga China di media sosial Weibo. Ia juga menyebut RUU tersebut 'terlalu idealis'.

"Daripada RUU semacam ini, lebih baik pemerintah mengatur standar jumlah makanan yang disajikan, sehingga restoran harus menyediakan porsi kecil dan medium."

Beberapa orang lainnya justru khawatir bahwa bakal didenda ketika ia tidak suka dengan makanan yang ia beli.

"Saya akan memperhatikan seberapa besar porsi makanan yang saya pesan, dan saya akan bawa pulang sisa makanan saya," kata seseorang, dikutip The Guardian. "Namun, sering terjadi ketika makanan yang kita pesan ternyata tidak terlalu menarik selera. Saya harap pihak legislatif bisa mempertimbangkan hal seperti ini."