Varian Baru COVID-19 Tetap Bisa Terdeteksi PCR

ERA.id - Mutasi dari virus penyebab COVID-19 terus berkembang, terakhir peneliti menemukan adanya mutasi virus yang berkembang di Inggris. Beredar kabar bahwa varian virus corona B117 tersebut tidak bisa terdeteksi tes polymerase chain reaction (PCR).

Namun, kabar tersebut tidak lah benar. Ketua Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban menegaskan, varian baru SARS-CoV-2 tetap mampu dideteksi tes PCR.

"Apakah PCR yang ada sekarang bisa mendeteksi (varian baru COVID-19) tidak? Ternyata tetap mampu mendeteksi," ujar Zubairi dalam diskusi virtual yang ditayangkan lewat kanal YouTube BNPB, Selasa (29/12/2020).

Zubairi mengatakan, tes PCR tetap bisa mendeteksi tiga jenis protein spike COVID-19. Protein spike adalah organ berbentuk paku yang menancap pada permukaan virus corona.

Dia menganalogikanya seperti virus COVID-19 hanya berganti baju, namun tes PCR masih dapat mendeteksi bagian kepala dan kaki dari virus tersebut. Oleh karena itu, Zubairi meminta masyarakat tidak perlu khawatir.

"Nah ini sekarang ini virusnya ganti baju namun PCR tetap bisa mendeteksi kepalanya sama kakinya, artinya PCR tetap bisa mendeteksi varian baru ini. Jadi tidak perlu terlalu khawatir untuk diagnosis," tegas Zubari.

Lebih lanjut Zubairi memperingatkan bahwa varian baru COVID-19 ini memiliki tingkat penularan yang sangat tinggi hingga 71 persen. 

"Namun para ahli sekarang amat sangat yakin bahwa amat sangat mudah menular namun tidak lebih mematikan. Sekali lagi, tidak lebih mematikan," ucapnya.

Diberikan sebelumnya, Inggris telah menerapkan pembatasan sosial paling ketat di London sejak Sabtu (19/12/2020), akibat adanya mutasi dari virus penyebab Coronavirus Disease (COVID-19) di Inggris.

Konsorsium COVID-19 Genomics UK (CoG-UK), yang ditugasi untuk mendata genetika virus SARS-CoV-2 untuk pemerintah Inggris, mengatakan bahwa varian virus terbaru ini dengan mudah mengungguli varian virus terdahulu. Kedua, mutasi genetik menyebabkan perubahan di area yang penting, yaitu area protein 'spike' yang menempelkan virus ini ke sel tubuh. Ketiga, berdasarkan pengamatan laboratorium, mutasi ini membuat penyakit COVID-19 lebih cepat dan mudah menular.

Meski demikian, belum ada data yang membuktikan bahwa mutasi COVID-19 ini lebih mematikan. Namun, ilmuwan terus melakukan pengawasan. Sebab, tingkat penularan yang tinggi saja sudah akan membuat rumah sakit kewalahan karena akan terjadi gelombang pasien korona dalam jumlah besar.

Yang perlu diketahui adalah ini bukan mutasi pertama dari virus SARS-CoV-2. Virus yang saat ini beredar, di Indonesia dan bukan lagi virus yang menginfeksi pasien di Wuhan, China. Mutasi dengan kode D614G juga telah beredar di Eropa sejak Februari lalu, dan kini menjadi varian yang paling dominan di dunia.