PKS: Harus Ada Landasan Kuat Bila Tolak Revisi UU Pemilu

ERA.id - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera mengajak masyarakat untuk terlibat diskursus tentang revisi UU Pemilu, termasuk perdebatan mengenai perlu atau tidaknya UU ini direvisi dalam waktu dekat. 

"Pembahasan RUU Pemilu dari Komisi II sudah selesai. Sekarang ada di Baleg. Namun anehnya, ada mulai beberapa partai menolak revisi, padahal ketika di Komisi II mereka perlu revisi," kata Mardani dalam keterangannya, Sabtu (30/1/2021).

Mardani menekankan revisi UU Pemilu diperlukan berlandas pada evaluasi Pemilu 2019, ketika 894 petugas KPPS meninggal, serta proyeksi munculnya ratusan PLT (pelaksana tugas) akibat nihilnya Pilkada serentak tahun 2022 dan 2023. Baginya hal ini dapat menjadi pertimbangan serius untuk merevisi UU Pemilu. Kemunculan PLT ditakutkan akan memunculkan oligarki yang terstruktur.

"Publik harus terlibat dalam diskursus RUU Pemilu ini. Kalau tidak (ingin) ada revisi apa landasannya. Perlu landasan kuat. Kalau dibilang landasan untuk tidak revisi adalah biar tidak perlu (revisi) 5 tahun sekali, saya pikir ini sesuatu yang sangat naif," kata Mardani.

Menurutnya, dibanding dampaknya yakni dengan 2022 dan 2023 punya ratusan PLT akan terjadi ratusan PLT selama masa yang sangat panjang. Ini amat sangat berbahaya, bisa melahirkan tirani baru, bisa melahirkan oligarki yang terstruktur. 

"Lalu koreksi pelaksanaan Pemilu 2019, ketika ratusan petugas KPPS meninggal. Revisi perlu agar kita tidak jatuh di lubang yang sama," ujar Mardani.

Politisi PKS ini juga mengkhawatirkan polarisasi hebat pada Pemilihan Presiden 2019 lalu tetap akan berlanjut bila UU Pemilu tidak direvisi. Hal ini terjadi karena ambang batas pencalonan presiden yang cukup tinggi, yakni 20 persen. 

Mardani menawarkan revisi pada poin tersebut dengan menurunkan ambang batas pencalonan presiden menjadi 10 persen kursi atau 15 persen suara. Baginya menurunkan ambang batas adalah salah satu upaya menyehatkan demokrasi.

"Bongkar barrier to entry, maksimal 10 persen kursi atau 15 persen suara. Menurunkan threshold, presiden dan pilkada, merupakan bagian dari menyehatkan demokrasi. Karena dua kali pilpres, cuma 2 kandidat saja. Ini amat sangat membelah masyarakat. Jadi kalau ada pembelahan masyarakat jangan salahkan masyarakat, tapi karena kita yang memang membuat pembelahan dengan membuat threshold tinggi," pungkasnya.

Dengan landasan tersebut, Mardani melihat bahwa UU Pemilu harus direvisi, berdasar evaluasi substansial pada pelaksanaan Pemilu lalu serta proyeksi bahaya di masa depan. Mardani bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendorong adanya pembahasan lebih lanjut RUU Pemilu.

Sebelumnya, beberapa fraksi di DPR RI menyatakan penolakannya terhadap RUU Pemilu, yakni PAN, PPP, dan PKB. Pihak pemerintah, melalui Kemendagri, menyatakan keberatannya terhadap RUU. Melihat prosesnya, RUU Pemilu kini telah masuk ke baleg untuk diharmonisasi. Mardani menyebut bahwa pada pembahasan di Komisi II semua setuju bahwa UU Pemilu perlu direvisi, namun beberapa partai justru kini menolak setelah masuk Baleg.