Aung San Suu Kyi Desak Warga Protes Kudeta: Jangan Terima Perlakuan Ini
ERA.id - Aung San Suu Kyi, seorang kanselir dan pemimpin Myanmar, mendesak masyarakat Myanmar untuk memprotes kudeta militer di Myanmar. Pernyataan ini keluar beberapa jam setelah militer menahan dirinya dan sejumlah pejabat partainya.
Suu Kyi mengatakan bahwa junta militer hendak mengembalikan pola kepemimpinan diktator di Myanmar.
"Saya mendesak agar masyarakat jangan sampai menerima perlakuan ini. Respons dan tolaklah sepenuh hati kudeta militer ini," tulis pernyataan yang mengatasnamakan dirinya tersebut, dilansir dari The Guardian, Senin, (1/2/2021).
Kanal televisi afiliasi militer Myanmar pada Senin pagi telah mengumumkan bahwa militer telah mengambil alih pemerintahan negara selama satu tahun ke depan. Kendali negara kini dipegang oleh panglima militer Jenderal Min Aung Hlaing. Selain itu, pihak militer telah menyatakan situasi darurat di seluruh negeri dan menahan pejabat senior pemerintahan atas tuduhan "kecurangan" selama pemilu November lalu.
Media lokal Myanmar mengatakan bahwa koneksi internet di Kota Yangon mati sejak Senin pagi, dan truk militer, beberapa membawa barikade kawat berduri, diparkir di luar Balai Kota. Kanal televisi MRTV mengatakan tidak bisa melakukan penyiaran. Bank tutup di seantero Myanmar.
Melansir The Guardian, di jalanan Yangon, masyarakat berdiri antri di luar sejumlah supermarket guna mempersiapkan stok makanan. Massa berdesak-desakan di sebuah mesin ATM untuk mengambil uang, namun, ternyata layanan tersebut juga mati.
Seorang wanita 25 tahun, yang bekerja di perusahaan humas, khawatir bahwa Myanmar akan kembali ke "masa kegelapan". Tom Andrews, analis khusus PBB mengenai situasi HAM di Myanmar, menyatakan bahwa situasi di negeri tersebut saat ini sangat mengkhawatirkan.
"Apa yang selama ini dikhawatirkan tengah terjadi di Myanmar," kata dia.
Pekan lalu, juru bicara militer menyatakan bahwa kudeta mungkin saja terjadi. Satu hari kemudian, Jenderal Min Aung Hlaing menyatakan bahwa penggantian konstitusi "mungkin diperlukan" di situasi tertentu.
Sejak November, menyusul kekalahan militer di tempat pemilihan suara, pihak militer dan pendukungnya telah menuduh terjadinya kecurangan dalam pemilu Myanmar. Mereka mengaku punya 8,6 juta kasus sebagai bukti kecurangan tersebut. Komisi pemilu setempat menepis tuduhan adanya kecurangan, meski mereka mengakui adanya "kesalahan" dalam pembuatan daftar pemilih.
Charles Santiago, anggota parlemen Malaysia sekaligus kepala Parlemen ASEAN untuk HAM, mengatakan bahwa saat ini militer perlu "mengembalikan tank mereka ke barak."
"Rakyat Myanmar telah menentukan pilihan mereka lewat pemilu November, dan menunjukkan bahwa mereka menolak pemerintahan militer. Militer harus menghormati keinginan rakyat dan mempersilakan parlemen untuk menjalankan tugasnya."