Tidak Cuma Mewarisi Darah Nabi Muhammad, Kabarnya Habib Rizieq Juga Keturunan Si Pitung
ERA.id - Sudah banyak diketahui bahwa bekas pentolan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab adalah keturunan ke-38 Nabi Muhammad dari garis ayah. Hal itu pun dibenarkan oleh lembaga pencatat keturunan Nabi, Rabithah Alawiyah.
Namun yang menarik, Habib Rizieq ternyata tak hanya mewarisi darah Nabi Muhammad, melainkan juga keturunan dari jagoan Betawi Si Pitung.
Habib Rizieq merupakan anak dari perkawinan Hussein Shihab dan Sidah Alatas. Ia lahir di Jakarta pada 24 Agustus 1965. Kedua orangtuanya merupakan orang Betawi keturunan Hadhrami, sekelompok penduduk nomaden yang berasal dari wilayah Hadhramaut, Yaman.
Ayahnya, Habib Husein bin Muhammad bin Husein bin Abdullah bin Husein bin Muhammad bin Shaikh bin Muhammad Shihab (lahir sekitar 1920) adalah salah seorang pendiri Gerakan Pandu Arab Indonesia yang didirikan bersama teman-temannya pada tahun 1937.
Pandu Arab Indonesia adalah sebuah perkumpulan kepanduan yang didirikan oleh orang Indonesia berketurunan Arab yang berada di Jakarta, yang selanjutnya berganti nama menjadi Pandu Islam Indonesia (PII).
Ayahnya wafat pada tahun 1966 saat Rizieq berusia 11 bulan, sehingga sejak saat itu ia hanya diasuh oleh ibunya, Syarifah Sidah, dan tidak dididik di pesantren. Baru setelah berusia empat tahun ia mulai rajin mengaji di masjid-masjid dekat rumahnya.
Sebagai orang tua tunggal, ibunya yang bekerja sebagai penjahit pakaian dan perias pengantin juga sangat memperhatikan pendidikan Rizieq serta membimbingnya dengan pendidikan agama.
Rizieq adalah seorang Habib atau Sayyid dengan klan Shihab (merujuk pada Shihabuddin Aal bin Syech) yang silsilahnya dapat ditelusuri sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib melalui Imam Ahmad al-Muhajir. Sementara itu, istrinya yang bernama Syarifah Fadhlun juga merupakan keluarga Sayyid dari klan Aal bin Yahya.
Habib Rizieq keturunan Si Pitung?
Terkait informasi yang menyebut bahwa Habib Rizieq adalah keturunan tokoh Betawi Si Pitung merujuk pada asal usul pernikahan kakek dan nenek Habib Rizieq, seperti dilansir dari Wikipedia.
Saat itu, kakek Habib Rizieq yakni Muhammad Shihab yang punya sebuah delman bertrayek dari Tanah Abang ke Kebayoran Lama diganggu oleh preman yang mengaku anak buah Si Pitung.
Muhammad Shihab (yang merupakan pemilik ratusan delman dan istal kuda di depan Rumah Sakit Pelni) langsung menemui Si Pitung yang merasa tidak senang namanya dicatut.
Rupanya pertemuan itu malah membuat dua tokoh Betawi tersebut menjadi akrab. Akhirnya, Muhammad Shihab dinikahkan dengan keponakan Pitung dari Kebon Nanas, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Menurut sejarawan Jakarta, Alwi Shahab, Rizieq masih keturunan si Pitung, jagoan Betawi dari awal abad ke-20. Kakek Rizieq yakni Muhammad Syihab, dijodohkan dengan kerabat dekat Pitung. Dari perkawinan itu, lahir Hussein Syihab, ayah Rizieq.
"Entah anaknya atau keponakannya," kata Alwi Shahab, seperti dikutip dari tempo.co, Senin (8/2/2021).
Meski begitu, kebenaran kisah Si Pitung hingga kini masih terjadi perdebatan. Cerita yang berkembang di masyarakat Si Pitung lahir di kampung Pengumben, sebuah permukiman kumuh di Rawabelong, dekat Stasiun Palmerah sekarang ini.
Putra keempat pasangan Bang Piung dan Mbak Pinah ini bernama asli Salihoen. Menurut riwayat lisan, julukan "Si Pitung" berasal dari frasa Jawa "pituan pitulung" yang berarti "tujuh sekawan tolong-menolong". Semasa kanak-kanak, Salihoen berguru di pesantren Hadji Naipin, tempat ia diajari mengaji, dilatih pencak silat, dan dibiasakan untuk selalu waspada terhadap keadaan di sekitarnya.
Pada dasarnya ada tiga versi kisah Si Pitung yang beredar di tengah masyarakat, yakni versi Indonesia, Belanda, dan Cina. Masing-masing versi menyoroti pribadi Si Pitung dengan penilaian tersendiri. Si Pitung disanjung sebagai pahlawan dalam versi Indonesia, tetapi dikecam sebagai penjahat dalam versi Belanda.
Hikayat Si Pitung dituturkan masyarakat Indonesia hingga saat ini, sehingga menjadi bagian dari legenda serta warisan budaya Betawi pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Hikayat Si Pitung kadang-kadang dituturkan dalam bentuk rancak (sejenis balada), syair, atau cerita Lenong. Dalam versi Koesasi (1992), Si Pitung dicitrakan sebagai tokoh Betawi yang merakyat, seorang muslim yang saleh, dan suri teladan bagi penegakan keadilan sosial.