Kasus COVID-19 Akan Melonjak Saat Tracing Gencar, Masyarakat Jangan Panik
ERA.id - Komisi IX DPR RI mendukung langkah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang memperbarui cara untuk mempercepat 3T (testing, tracing, treatment) meskipun akan berdampak pada melonjaknya angka kasus positif COVID-19. Komisi Kesehatan ini pun meminta masyarakat tidak panik.
"Ini hendaknya tidak membuat masyarakat panik, karena justru dengan testing dan tracing yang jauh lebih masif, kondisi riil penyebaran COVID-19 di masyarakat bisa tergambar dengan jelas, sehingga pemerintah bisa menyusun strategi penanggulangan yang benar," ujar Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris melalui keterangan tertulis yang dikutip pada Rabu (10/2/2021).
Charles menjelaskan, angka kasus tercatat COVID-19 yang selama ini berdasarkan tes PCR, bukanlah angka riil. Artinya, realita jumlah angka positif di lapangan bisa jauh lebih tinggi, terbukti dengan Positivity Rate yang tinggi bahkan sempat mencapai 30 persen, sedangkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hanya lima persen
"Angka tidak riil ini yang juga membuat pemetaan di lapangan menjadi tidak akurat, sehingga kebijakan penanganan menjadi kurang efektif," kata Charles.
Charles mengatakan, langkah Menkes yang akan menggenjot testing dengan metode swab antigen terhadap 15-30 orang kontak erat per kasus aktif dalam waktu 72 jam, harus didukung.
Terlebih strategi tersebut terbukti berhasil di India yang berpenduduk 1,4 miliar. Pada September 2020, dengan metode tersebut, India memiliki kasus baru 100.000 per hari, namun empat bulan kemudian terjun bebas ke 9.000-an atau terendah dalam 8 bulan terakhir.
Dia berharap strategi baru 3T ditambah dengan program vaksinasi COVID-19 mampu meredam laju penularan. Namun Charles juga mengimbau agar masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan.
"Kami berharap dengan metode testing dan tracing baru, yang berjalan simultan dengan program vaksinasi, bisa meredam penyebaran COVID-19. Tidak boleh ada euforia ataupun kelonggaran protokol kesehatan sebelum COVID-19 benar-benar hilang dari Indonesia," tuturnya.
Untuk diketahui, Kementerian Kesehatan menggunakan strategi yang agresif untuk mengidentifikasi secepatnya, mengisolasi, dan melihat siapa yang tertular COVID-19.
Untuk melaksanakan strategi tersebut butuh tambahan tracer. Rekomendasi WHO perlu 30 tracer per seratus ribu penduduk. Pemerintah membutuhkan 80 ribu tracer, sementara yang saat ini tersedia hanya 5000 orang.
Agar jumlah tracer itu terpenuhi, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan TNI dan Polri. Dengan cara merekrut babinsa dan bhabinkamtibmas untuk melakukan tracing. Unit di TNI dan Polri ini akan diajarkan tracing dari puskesmas. Komando pemantauan tetap berada di puskesmas.