Siapa Bilang Mobil Kemudi Otomatis Membahagiakan?
Eits, tunggu dulu! Apa iya self-driving car betul-betul solusi meringankan stres dan memancing kebahagiaan kita? Soal kebahagiaan ini, kita enggak boleh main-main, kawan. Harus dicari tahu, nih.
Di Berlin, Jerman, seorang peneliti dari Kempten University of Applied Sciences, Bernhard Shick mengungkap hasil penelitian yang bertolak belakang dengan logika yang kita bangun di atas.
"Kami ingin meneliti bagaimana mobil masa depan harus dirancang agar manusia bisa mempercayai kendaraan yang mereka naiki," kata Schick yang jadi penulis penelitian itu, sebagaimana dikutip dari Antara, Selasa (20/3/2018).
Hasil penelitian Shick dan timnya menunjukkan fakta bahwa melakukan perjalanan dengan kendaraan berteknologi kemudi mandiri jadi pengalaman yang bikin penumpangnya lebih stres ketimbang mereka yang melakukan perjalanan dengan mobil berteknologi kemudi konvensional.
"Tingkat stres naik pada semua orang yang dites segera setelah sistem jalan di jalur diaktifkan," kata Corinna Seidler, ahli ilmu kejiwaan yang terlibat dalam penelitian itu.
Hasil penelitian itu didapat usai para peneliti melakukan percobaan pada 50 partisipan berusia 18-65 tahun. Sepanjang percobaan, para partisipan yang menaiki mobil dengan sistem pengaturan jalur modern --sistem lalu lintas yang dirancang pemerintah Jerman untuk menjamin pengemudi tidak keluar dari jalur saat kehilangan konsentrasi-- dipantau oleh para peneliti lewat kamera dan perangkat pendukung lain.
Menurut Seidler, secara psikologis manusia cenderung khawatir teknologi kemudi mandiri jadi ancaman bagi keselamatannya. Hal itu bertolak belakang dengan semangat yang dibangun para pengembang teknologi ini, yang yakin betul bahwa teknologi kemudi mandiri akan meringankan stres banyak orang yang mulai frustasi menghadapi semakin gilanya kemacetan.
Seidler menjelaskan, kondisi itu terjadi di alam bawah sadar manusia yang merespons kondisi tak biasa ketika harus menyerahkan kendali pada teknologi otomatis. Ketidakbiasaan itu kemudian memancing kekhawatiran dalam diri partisipan.
Nah, jadi bagaimana? Masih berpandangan bahwa semua yang mudah dan otomatis itu mutlak asyik? Pikir lagi, deh.