Beredar Video Jaksa Terima Suap Sidang Rizieq Shihab, Mahfud: Hoaks, Harus Diusut
ERA.id - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyatakan, informasi mengenai adanya kasus suap dalam persidangan eks pentolan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab adalah hoaks.
Hal tersebut sekaligus merespon adanya video yang beredar di media sosial, yang menyebut ada seorang jaksa menerima suap saat persidangan Rizieq beberapa waktu lalu.
"Terbongkar pengakuan seorang jaksa yang mengaku menerima suap kasus sidang Habib Rizieq. Semakin hancur wajah hukum Indonesia," ujar narator dalam video yang berusari sekitar satu menit tersebut.
Dalam video tersebut juga ada wawancara seorang lelaki dan jaksa beinisial AF yang tertangkap sedang menerima suap di kosan pribadinya. Saat penangkapan ditemukan barang bukti uang mencapai Rp1,5 miliar dengan pecahan uang Rp50.000.
Menanggapi video tersebut, Mahfud menegaskan bahwa itu adalah hoaks atau berita bohong. "Video ini viral, publik marah ada jaksa terima suap dalam kasus yang sedang diramaikan akhir-akhir ini. Tapi ternyata ini hoax," cuit Mahfud di akun Twitter pribadinya @mohmahfudmd, Minggu (21/3/2021).
Mahfud menjelaskan, penangkapan jaksa AF oleh seorang jaksa lainnya bernama Yulianto, sudah terjadi enam tahun lalu di Sumenep, Madura, Jawa Timur. Artinya, jaksa AF tidak ditangkap di Jakarta dan tidak terlibat dalam kasus yang menjerat Rizieq Shihab.
"Penangkapan atas jaksa AF oleh Jaksa Yulianto itu terjadi enam tahun lalu di Sumenep. Bukan di Jakarta dan bukan dalam kasus yang sekarang," kata Mahfud.
Video tersebut, kata Mahfud, berpotensi melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dia lantas menyinggung, atas dasar itulah pemerintah dan DPR RI membuat UU ITE.
Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan bahwa ada oknum yang sengaja memviralkan video tersebut. Karenanya dia meminta penyebar video itu diusut.
"Sengaja memviralkan video seperti ini tentu tentu bukan delik aduan, tetap harus diusut," kata Mahfud.
Dalam kaitannya dengan UU ITE, Mahfud menjelaskan, pemerintah akan tetap menelaah dan membuka kemungkinan untuk merevisi UU ITE untuk menghilangkan pasal karet yang termaktub di dalamnya. Hal itu dilakukan supaya masyarakat bisa membedakan mana delik aduan dan delik umum.
"Tetapi kita tetap akan menelaah kemungkinan revisi UU ITE untuk menghilangkan potensi pasal karet dan membedakan delik aduan dan delik umum di dalamnya," pungkasnya.