Keakuratan GeNose Dipertanyakan, Epidemiolog: Awas Salah Diagnosa
ERA.id - GeNose, alat deteksi virus corona buatan UGM telah resmi diizinkan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 sebagai syarat perjalanan di kereta api dan bus.
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mewanti-wanti kemungkinan false negative alias salah diagnosis dari tes cepat GeNose.
Hal ini sekaligus menanggapi pernyataan dari pihak PT KAI yang menyebut hanya satu persen dari 300 ribu penumpang kereta api jarak jauh yang terdeteksi reaktif COVID-19 setelah setelah menjalani pemeriksaan dengan menggunakan GeNose C19.
"Sangat besar kemungkinan kecolongannya ya, apalagi hanya satu persen. Karena rate positivity kita tinggi," ujar Dicky saat dihubungi, Jumat (26/3/2021).
Dicky mengaku ragu 99 persen calon penumpang lainnya benar-benar nonreaktif COVID-19 jika hanya mengandalkan GeNose. Kecuali, kata dia, penggunaan GeNose dibarengi dengan swab tes PCR.
Menurutnya, jika dibiarkan, hal ini justru membahayakan keselamatan penumpang lainnya.
"Yang jelas potensi lolosnya banyak. Kecuali dari 300 ribu orang itu selain Genose diverifikasi oleh PCR, trus ada satu persennya ada nah itu baru. Tapi kan itu tidak seperti itu kenyataannya. Itulah sebabnya mengapa ini cenderung berbahaya," tegasnya.
Lebih lanjut, Dicky mengatakan, tes COVID-19 dengan metode hembusan nafas seperti pada alat GeNose C19 masih diragukan keakuratannya.
Sejumlah riset, kata Dicky, juga belum merekomendasikan GeNose C19 maupun alat pendekteksi COVID-19 dengan metode hembusan nafas untuk digunakan sebagai alat skrining massal di tempat publik. Sebab, terbukti banyak terjadi salah diagnosa COVID-19 atau false negative.
"Nah ini tentu menjadi pertimbangan. Bahwa setiap strategi harus berbasis sains yang kuat, bukan hanya pertimbangan bahwa itu praktis murah dan sederhana. Tapi validitas, akurat dan terutama dalam konteks sebagai alat skrining di populasi umum itu harus sangat jelas aspek keakuratannya," kata Dicky.
"Ini yang tentu tidak bisa dipertaruhkan hal-hal yang seperti ini, karena berbahaya sekali," imbuhnya.
Sebelumnya, VP Public Relations PT Kereta Api Indonesia (KAI) Joni Martinus menyebut hanya satu persen dari 300 ribu penumpang kereta api yang terdeteksi reaktif COVID-19 setelah menjalani pemeriksaan dengan menggunakan GeNose C19. Angka tersebut merupakan data per tanggal 24 Maret 2021.
Adapun layanan GeNose C19 telah beroperasi di sejumlah stasiun, yaitu Stasiun Pasar Senen, Gambir, Bandung, Cirebon, Semrang Tawang, Yogyakarta, Solo Bapalan, Surabya Pasarturi, Purwokerto, Madiun, Malang, dan Surabya Gubeng.
"Sampai dengan 24 Maret KAI telah melayani 300 ribu lebih pemeriksaaan Genose C19 di stasiun dengan persentase positif berada di kisaran 1 persen," ujar Joni saat dihubungi ERA.id, Kamis (25/3).